Menkominfo Dorong Perlindungan Anak di Ruang Digital Lewat PP Tunas

by -12 Views
[keyword]bitcoin[/keyword]

Di era digital yang semakin maju, anak-anak Indonesia menghadapi tantangan besar dalam menjaga keamanan dan kesejahteraan mereka saat menjelajahi dunia maya. Paparan terhadap konten negatif, risiko perundungan siber, dan potensi adiksi digital menjadi ancaman nyata yang mengintai generasi muda. Menyadari hal ini, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Komunikasi dan Digital telah mengambil langkah signifikan dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak, yang dikenal dengan sebutan PP TUNAS.

PP TUNAS dirancang untuk menciptakan ruang digital yang aman dan ramah anak dengan menetapkan berbagai kewajiban bagi Penyelenggara Sistem Elektronik. Salah satu poin penting dalam regulasi ini adalah kewajiban PSE untuk memastikan bahwa perlindungan anak menjadi prioritas utama, bahkan di atas kepentingan komersial. PSE dilarang melakukan profiling data anak untuk tujuan komersial dan diwajibkan untuk mengedukasi anak-anak serta orang tua mengenai penggunaan internet yang bijak dan aman. Selain itu, PSE juga diharuskan melakukan penilaian dampak atas produk dan layanan yang dapat diakses oleh anak serta meningkatkan kompetensi karyawan dalam hal perlindungan anak. Pelanggaran terhadap ketentuan ini dapat dikenakan sanksi administratif, mulai dari teguran hingga pemutusan akses layanan.

Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid, menegaskan bahwa PP TUNAS bukan hanya sekadar regulasi, melainkan janji negara untuk hadir di sisi anak-anak dan melindungi mereka saat berpetualang di dunia maya. Ia menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor dalam implementasi regulasi ini, termasuk kerja sama dengan Kementerian Pendidikan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, serta platform digital untuk memastikan perlindungan anak di dunia maya berjalan efektif.

Selain itu, Meutya juga menyoroti pentingnya kontrol orang tua dalam pengawasan aktivitas digital anak-anak. PP TUNAS mengatur bahwa anak-anak di bawah usia 13 tahun tidak diperbolehkan membuat akun digital tanpa persetujuan orang tua, sementara anak usia 13–17 tahun harus mendapat izin dan pengawasan dari orang tua saat mengakses platform digital. Regulasi ini juga mewajibkan PSE untuk menyediakan mekanisme pelaporan yang mudah diakses bagi anak-anak yang menjadi korban perundungan, penipuan, atau ajakan mencurigakan dari orang asing.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia juga mendorong percepatan implementasi PP TUNAS guna menciptakan ruang digital yang aman dan ramah anak. KPAI menekankan pentingnya sinergi lintas sektor, termasuk pembentukan task force, sebagai langkah strategis menghadapi maraknya konten negatif dan kejahatan siber yang menyasar anak-anak. Ketua KPAI, Ai Maryati Solihah, menegaskan bahwa penggunaan teknologi digital yang tidak disertai perlindungan yang efektif berisiko terhadap keselamatan dan kesejahteraan anak. Ia menyoroti pentingnya regulasi yang tidak tumpang tindih serta memastikan agar seluruh PSE menempatkan hak anak di atas kepentingan komersial.

Selain itu, KPAI juga menyoroti pentingnya peningkatan literasi digital keluarga. Meskipun PP TUNAS menjadi langkah awal yang penting, pelaksanaannya tidak semudah yang dibayangkan. Tidak semua orang tua memiliki literasi digital atau waktu yang cukup untuk membimbing anak-anak mereka. Oleh karena itu, KPAI mendorong pemerintah untuk meningkatkan literasi digital keluarga, karena hal ini menjadi kunci sukses pelaksanaan PP TUNAS. Orang tua diharapkan dapat membangun kesadaran anak untuk berkomunikasi secara bijak di ruang digital dan memberikan contoh yang baik, termasuk disiplin waktu dalam menggunakan gawai dan media sosial.

Implementasi PP TUNAS juga menghadapi tantangan dalam pengawasan konten negatif yang beredar di dunia maya. Meskipun regulasi telah ditetapkan, pengawasan terhadap konten-konten yang tidak ramah anak, seperti pornografi, kekerasan, dan ujaran kebencian, masih menjadi pekerjaan rumah yang besar. Pemerintah perlu melakukan evaluasi rutin terhadap regulasi yang sudah ada dan tidak hanya bertindak reaktif setelah kasus terjadi. Selain itu, penting bagi pemerintah untuk berkolaborasi dengan lembaga-lembaga seperti Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta KPAI untuk memperjelas peran pengawasan dan memastikan implementasi regulasi berjalan efektif.

Dengan adanya PP TUNAS, diharapkan anak-anak Indonesia dapat menikmati manfaat teknologi digital tanpa harus menghadapi risiko yang membahayakan. Perlindungan anak di dunia maya bukan hanya tugas pemerintah, tetapi juga memerlukan peran aktif orang tua dan masyarakat. Melalui kolaborasi yang solid antara berbagai pihak, diharapkan dapat tercipta ekosistem digital yang lebih aman dan mendidik bagi generasi penerus bangsa.