Konflik Perbatasan Thailand-Kamboja Memanas, Mediasi Malaysia Diharapkan Cegah Kekerasan Lebih Lanjut

by -9 Views
[keyword]bitcoin[/keyword]

Konflik perbatasan antara Thailand dan Kamboja kembali memanas pada 24 Juli 2025, menandai eskalasi ketegangan yang telah berlangsung selama beberapa bulan terakhir. Bentrokan bersenjata yang terjadi di wilayah sengketa dekat Kuil Ta Muen Thom ini menyebabkan korban jiwa dan memicu ketegangan diplomatik antara kedua negara.

Pada Kamis pagi, militer Thailand melaporkan bahwa pasukan Kamboja melepaskan tembakan di dekat Kuil Ta Muen Thom, kawasan yang masih disengketakan di perbatasan Provinsi Oddar Meanchey, Kamboja barat laut. Penembakan tersebut menggunakan senjata berat, termasuk artileri dan roket jarak jauh BM21, setelah Kamboja terlebih dahulu menerbangkan pesawat nirawak pengintai dan mengirim pasukan ke area tersebut. Akibat serangan tersebut, dua warga sipil Thailand dilaporkan tewas dan dua tentara terluka.

Sebagai respons, militer Thailand melancarkan serangan udara menggunakan jet tempur F-16 dan menutup semua pos perbatasan dengan Kamboja. Selain itu, Thailand juga mengusir duta besar Kamboja dan menarik duta besarnya dari Phnom Penh. Kamboja menanggapi dengan menurunkan hubungan diplomatik, mengusir diplomat Thailand, dan menarik staf kedutaan dari Bangkok. Kedua negara saling menuduh melanggar kesepakatan patroli perbatasan, dengan Thailand menuduh Kamboja menanam ranjau darat baru dan Kamboja mengklaim bahwa ledakan tersebut disebabkan oleh sisa-sisa amunisi dari konflik sebelumnya.

Konflik ini berakar pada klaim teritorial yang telah berlangsung lama, terutama di sekitar situs-situs candi kuno seperti Ta Muen Thom. Kedua negara telah berusaha menyelesaikan sengketa ini melalui jalur diplomatik, namun upaya tersebut sering kali menemui jalan buntu. Pada 13 Februari 2025, tentara Thailand mencegah wisatawan Kamboja menyanyikan lagu kebangsaan Kamboja di candi yang disengketakan, yang memicu ketegangan lebih lanjut. Pada 28 Mei, terjadi baku tembak singkat antara tentara Kamboja dan Thailand, yang mengakibatkan kematian satu tentara Kamboja. Upaya de-eskalasi gagal, dengan ketegangan yang berlanjut hingga penutupan pos perbatasan.

Pada 23 Juli, seorang tentara Thailand menginjak ranjau darat di distrik Nam Yuen, Provinsi Ubon Ratchathani, yang mengakibatkan kehilangan kakinya. Keesokan harinya, konflik bersenjata langsung pecah antara kedua negara, dengan masing-masing pihak mengklaim bertindak untuk membela diri.

Meskipun Malaysia, yang saat ini menjabat sebagai Ketua ASEAN, menawarkan mediasi untuk menghentikan permusuhan, Thailand awalnya setuju dengan proposal gencatan senjata tersebut. Namun, beberapa jam sebelum gencatan senjata tersebut berlaku pada tengah malam 24 Juli, Thailand menarik dukungannya terhadap proposal tersebut. Perdana Menteri Kamboja, Hun Manet, menekankan bahwa penyelesaian sejati tergantung pada kesediaan Thailand untuk berkomitmen pada gencatan senjata.

Situasi ini telah menyebabkan dampak signifikan bagi penduduk sipil di kedua negara. Di Thailand, lebih dari 100.000 orang telah dievakuasi dari wilayah perbatasan ke tempat penampungan sementara. Sementara itu, di Kamboja, lebih dari 20.000 orang juga telah mengungsi, dengan setidaknya satu korban jiwa dilaporkan. Pertempuran telah meluas ke 12 titik perbatasan, melibatkan artileri berat dan peluncur roket. Thailand menuduh Kamboja membuka tembakan, sementara Phnom Penh mengklaim hanya bertindak untuk membela diri.

Reaksi internasional terhadap konflik ini semakin meningkat. Amerika Serikat, China, dan Uni Eropa telah menyerukan penyelesaian damai dan perlindungan warga sipil. Dewan Keamanan PBB telah diminta untuk campur tangan oleh Perdana Menteri Kamboja. China juga menyerukan dialog antara Thailand dan Kamboja untuk mengakhiri pertempuran dan menawarkan peran konstruktif dalam de-eskalasi konflik.

Pemerintah Indonesia juga memantau situasi ini dengan cermat. Kementerian Luar Negeri Indonesia meyakini bahwa kedua negara akan kembali ke jalur damai untuk menyelesaikan perbedaan mereka, sejalan dengan prinsip-prinsip yang tercermin dalam Piagam ASEAN dan Traktat Persahabatan dan Kerja Sama. Pemerintah Indonesia juga memastikan bahwa warga negara Indonesia yang berada di Thailand dan Kamboja aman dan telah menyiapkan langkah mitigasi jika eskalasi konflik meningkat.

Konflik ini menyoroti pentingnya penyelesaian sengketa perbatasan melalui dialog dan diplomasi untuk mencegah dampak lebih lanjut terhadap stabilitas regional dan kesejahteraan penduduk sipil.