BYD Atto 1 baru saja diluncurkan di Indonesia, dan harga yang ditawarkan cukup menggoda, mulai dari Rp 195 juta. Harga ini menghadirkan sebuah terobosan di segmen mobil listrik, khususnya untuk kategori small hatchback, yang dikenal kerap dilempar ke pasaran dengan harga lebih tinggi. Munculnya Atto 1 di tengah ketatnya persaingan industri otomotif ini memicu berbagai reaksi di kalangan konsumen dan pelaku industri.
Satu hal yang menjadi sorotan adalah kekhawatiran tentang potensi penurunan nilai jual kembali atau resale value mobil ini di masa depan. Luther Pandjaitan, Head of Public and Government Relations BYD Motor Indonesia, menjelaskan bahwa nilai jual kembali merupakan isu sentral bagi konsumen Indonesia. Banyak orang, bahkan sebelum memutuskan untuk membeli kendaraan, sudah memperhatikan seberapa tinggi daya jual kembali mobil tersebut. Ini mencerminkan budaya dan kebiasaan konsumen yang sangat mempertimbangkan nilai jual di pasar kendaraan bekas.
Dalam penjelasannya, Luther juga menyampaikan sikap bijak perusahaan terhadap situasi ini. Ia menyatakan bahwa BYD menyadari pentingnya nilai jual kembali dalam konteks pasar Indonesia. Namun, ia menekankan bahwa pasar mobil listrik di Indonesia, khususnya untuk model seperti Atto 1, masih dalam tahap awal perkembangan. Belum ada format yang mapan untuk menentukan nilai jual kembali kendaraan listrik di dalam negeri. Dalam pandangannya, kondisi ini mirip dengan masa-masa awal ketika mobil transmisi otomatis diperkenalkan. Saat itu, minat masyarakat terhadap mobil matic masih rendah, dan nilai jual kembali kendaraan tipe tersebut pun sangat terjaga di titik terendah. Kini, lebih dari 50% kendaraan di jalanan adalah mobil matic, mencerminkan bagaimana pasar bisa berkembang seiring waktu.
Luther optimis bahwa dengan semakin banyaknya konsumen yang beralih ke kendaraan listrik, nilai jual kembali Atto 1 dan mobil listrik lainnya akan mengalami perubahan positif seiring pertumbuhan minat masyarakat. Ia menjelaskan bahwa dalam menjaga stabilitas harga kendaraan baru dan bekas, perusahaan juga melakukan berbagai langkah strategis jangka pendek. Salah satunya adalah menjaga persaingan harga di pasar agar tidak terjadi disrupsi yang merugikan. Strategi ini diharapkan bisa menjaga kualitas penawaran dari dealer-dealer resmi dan menjaga keseimbangan antara permintaan dan suplai sehingga harga jual tetap kompetitif.
Ketika ditanya tentang bagaimana BYD akan berstrategi ke depannya, Luther menyampaikan bahwa mereka berkolaborasi erat dengan para dealer dan mitra dalam jaringan distribusi mereka. Fokus utamanya bukan hanya untuk bersaing antar dealer, tetapi lebih kepada menciptakan pengalaman berbelanja yang positif bagi konsumen. Hal ini diharapkan dapat menciptakan pasar yang sehat, yang pada akhirnya berdampak baik terhadap harga jual kembali dari kendaraan-kendaraan yang mereka tawarkan.
Kemunculan BYD Atto 1 di pasar otomotif Indonesia bukan hanya mengikuti tren global pergeseran menuju energi berkelanjutan, tetapi juga menunjukkan komitmen perusahaan untuk memberikan pilihan yang lebih terjangkau bagi konsumen lokal. Mobil ini dilengkapi dengan teknologi mutakhir dan fitur-fitur yang menarik bagi para pengguna, sekaligus menawarkan solusi mobilitas yang ramah lingkungan.
Dengan harga yang jauh lebih kompetitif dibandingkan dengan model sejenis di pasaran, Atto 1 diharapkan dapat membentuk sebuah kategori baru dalam segmen mobil listrik di Indonesia. Keberhasilan BYD dalam menjaga nilai jual kembali kendaraan ini bergantung pada seberapa cepat masyarakat dapat beradaptasi dengan perubahan ini. Bagi konsumen yang mempertimbangkan untuk beralih ke kendaraan listrik, Atto 1 memberikan kemungkinan untuk mendapatkan investasi yang lebih hemat, dengan harapan nilai resale-nya juga akan meningkat seiring dengan pertumbuhan pasar kendaraan listrik yang semakin matang di negeri ini.