Perlunya Tata Kelola Adil untuk Lindungi Pekerja Migran dari Eksploitasi

by -13 Views
[keyword]bitcoin[/keyword]

Serikat Buruh Migran Indonesia menggarisbawahi pentingnya tata kelola yang adil untuk mendukung perlindungan bagi pekerja migran Indonesia. Ketua Umum SBMI, Hariyanto Suwarno, menekankan bahwa sistem yang dibangun harus berfokus pada pelindungan seiring dengan perjuangan melawan berbagai bentuk eksploitasi, termasuk tindakan perdagangan orang.

Dalam diskusi publik yang diadakan untuk memperingati Hari Anti-Tindak Pidana Perdagangan Orang, Hariyanto menguraikan bahwa tata kelola yang diusulkan seharusnya berorientasi pada perlindungan, bukan sekadar penempatan tenaga kerja. Dia menjelaskan, pemerintah harus berperan aktif dalam melindungi pekerja migran, dimulai dari tingkat desanya hingga saat mereka berada di negara tujuan kerja.

Salah satu langkah awal yang disampaikan adalah perlunya pendataan pekerja migran yang komprehensif. Data ini akan menjadi acuan utama untuk upaya pelindungan yang akan diterapkan di berbagai tingkatan, dari desa hingga nasional. Desa juga memiliki peran penting dalam memberikan informasi dan edukasi kepada calon pekerja migran mengenai prosedur migrasi yang aman, sesuai dengan regulasi yang ada.

Hariyanto menambahkan bahwa selain informasi dan edukasi, perlu ada mekanisme penanganan yang jelas untuk mendukung pekerja migran saat mereka menghadapi kendala. Mekanisme ini harus mengedepankan keterlibatan masyarakat desa, sehingga mereka dapat lebih dekat dan mengetahui kebutuhan para pekerja migran.

Pentingnya pemberdayaan ekonomi bagi pekerja migran juga tak luput dari perhatian Hariyanto. Banyaknya pekerja migran yang pilihan untuk berangkat ke luar negeri didasari oleh kondisi ekonomi yang mendesak. Oleh karena itu, pemerintah diminta untuk fokus pada pemberdayaan ekonomi, supaya para pekerja migran tidak hanya bergantung pada migrasi sebagai satu-satunya pilihan.

Lebih jauh, dalam konteks kemudahan proses migrasi, Hariyanto menyatakan perlunya pemerintah untuk menjamin agar migrasi bagi pekerja migran berlangsung dengan cara yang praktis, cepat, dan terjangkau. Hal ini penting agar proses penempatan tidak membebani para pekerja dengan biaya yang tinggi, yang sering menjadi pintu masuk bagi praktik eksploitasi. Pemerintah diminta untuk memastikan bahwa proses ini bisa berjalan aman, tidak hanya untuk melindungi pekerja migran dari potensi penyalahgunaan tetapi juga untuk mencegah mereka memilih jalur ilegal yang sering kali membawa risiko berbahaya.

Selama diskusi tersebut, juga muncul isu mengenai peluang kerja di luar negeri. Menteri dalam Percepatan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia menyebutkan adanya kekosongan lebih dari lima ribu posisi di sektor teknik. Peluang ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh pekerja migran dengan mematuhi prosedur yang aman dan terjamin.

Situasi pekerja migran di Indonesia menjadi cermin tantangan besar dalam konteks globalisasi pasar kerja. Pemerintah dan lembaga terkait perlu bersinergi untuk menciptakan ekosistem yang mendukung pekerja migran, menjamin hak-hak mereka, dan mengoptimalkan manfaat yang dapat diperoleh dari migrasi, tanpa mengorbankan keamanan dan kesejahteraan mereka. Hal ini akan menjadi kunci dalam membangun masyarakat yang lebih adil dan berdaya, yang mampu menghadapi tantangan dan risiko di pasar kerja global.