Lebih dari sepuluh anggota Partai Demokrat di Dewan Perwakilan Rakyat Amerika Serikat telah mengajukan permohonan kepada pemerintahan Presiden Donald Trump untuk segera mengakui Negara Palestina. Desakan ini muncul di tengah krisis kemanusiaan yang kian memburuk di Jalur Gaza, sebuah situasi yang semakin mendesak perhatian dunia. Dalam sebuah surat yang ditujukan kepada Trump dan Menteri Luar Negeri Marco Rubio, para anggota parlemen menekankan bahwa momen tragis ini menyoroti kebutuhan mendesak untuk memberikan pengakuan terhadap hak penentuan nasib sendiri bagi Palestina.
Anggota Kongres Al Green dari Texas, salah satu penandatangan surat tersebut, berencana untuk mengajukan resolusi di Kongres yang menegaskan hak Palestina untuk memiliki negara sendiri. Ini merupakan langkah yang dipandang sebagai respons terhadap meningkatnya ketidakpuasan di kalangan anggota parlemen AS terhadap situasi di Gaza, yang telah membuat banyak pihak merasa tergerak untuk bertindak. Mereka mengungkapkan keyakinan bahwa inisiatif pro-Palestina serupa akan terus bermunculan dalam beberapa minggu dan bulan mendatang, sebagai reaksi terhadap kondisi yang semakin memburuk di kawasan tersebut.
Saat ini, Palestina telah diakui oleh 147 negara, dengan beberapa negara baru mengakui statusnya sejak 2024, termasuk Irlandia, Norwegia, Spanyol, dan Armenia. Namun, Amerika Serikat masih enggan mengakui Palestina sepenuhnya dan bahkan telah memveto keanggotaan penuhnya di Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun yang sama.
Situasi ini juga mendapat perhatian dari negara lain. Pada 25 Juli lalu, Presiden Prancis Emmanuel Macron mengumumkan bahwa Prancis akan secara resmi mengakui Negara Palestina dalam Sidang Umum PBB yang akan datang pada bulan September. Beberapa hari setelah pengumuman tersebut, sebuah konferensi internasional yang mempertemukan berbagai pemimpin negara diadakan di New York. Konferensi ini, yang dipimpin bersama oleh Prancis dan Arab Saudi, melahirkan deklarasi bersama oleh menteri luar negeri dari 15 negara Barat yang juga menyerukan pengakuan terhadap Palestina.
Rusia, turut menegaskan pandangannya bahwa penyelesaian konflik antara Israel dan Palestina hanya akan dapat dicapai melalui penerapan solusi dua negara yang diakui oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa. Rusia mengusulkan pembentukan Negara Palestina di dalam perbatasan tahun 1967, dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya, suatu gagasan yang telah lama menjadi pokok bahasan dalam diskusi internasional.
Krisis di Jalur Gaza semakin parah, dan banyak warga sipil yang terdampak. Dengan inisiatif ini, harapannya adalah bahwa pengakuan terhadap Palestina tidak hanya akan memberikan dorongan politik, tetapi juga menjadi langkah konkret untuk merespons kebutuhan mendesak rakyat Palestina yang sudah lama terabaikan.
Keterlibatan lebih jauh oleh anggota parlemen AS dalam isu Palestina menunjukkan bahwa perhatian terhadap konflik ini tidak dapat diabaikan, apalagi mengingat dampak yang dirasakan oleh masyarakat sipil yang terjebak dalam ketegangan. Setiap langkah yang diambil bisa berkontribusi pada upaya menenangkan situasi yang telah berkepanjangan ini. Dengan semakin banyaknya suara yang menyerukan pengakuan terhadap Palestina, ada harapan bahwa dunia, termasuk Amerika Serikat, akan mengambil langkah yang lebih tegas demi mencapai keadilan dan perdamaian di kawasan yang penuh tantangan ini.