Pada 8 Agustus 2025, kabinet keamanan Israel menyetujui rencana yang diusulkan oleh Perdana Menteri Benjamin Netanyahu untuk menguasai sepenuhnya Kota Gaza. Rencana ini mencakup lima poin utama: pelucutan senjata Hamas, demiliterisasi Jalur Gaza, kontrol keamanan penuh oleh Israel, pembentukan pemerintahan sipil yang tidak terkait dengan Hamas atau Otoritas Palestina, serta pengembalian seluruh sandera Israel.
Hamas menanggapi keputusan ini dengan keras, menyebutnya sebagai “kejahatan perang baru” yang direncanakan oleh tentara penjajah terhadap Kota Gaza dan sekitar satu juta penduduknya.
Rencana ini juga menuai kritik dari dalam negeri Israel. Eyal Zamir, Kepala Staf Militer Israel, menentang rencana tersebut, mengingat potensi risiko bagi sandera yang masih ditahan oleh Hamas dan dampak kemanusiaan yang mungkin timbul.
Di tingkat internasional, respons terhadap rencana ini beragam. Jerman menghentikan ekspor senjata ke Israel, sementara Inggris, Prancis, dan Komisi Eropa juga mendesak Israel untuk mempertimbangkan kembali langkah tersebut. Arab Saudi mengutuk setiap bentuk pendudukan dan menekankan pentingnya pembentukan negara Palestina sebagai prasyarat untuk normalisasi hubungan.
Sementara itu, situasi kemanusiaan di Gaza semakin memburuk. Menurut laporan PBB, lebih dari 500.000 warga Palestina telah mengungsi sejak Israel melanjutkan serangannya pada 18 Maret 2025. Krisis ini diperparah dengan penghentian pasokan bantuan kemanusiaan yang telah berlangsung selama satu setengah bulan, menjadikan situasi di Gaza sebagai yang terburuk sejak dimulainya konflik.
Organisasi Kesehatan Dunia juga melaporkan bahwa fasilitas kesehatan di Gaza telah hancur total, dengan lebih dari 70 persen fasilitas medis tidak berfungsi akibat serangan dan kekurangan pasokan. Hal ini menyebabkan penurunan signifikan dalam pelayanan kesehatan bagi warga Gaza.
Krisis kemanusiaan ini telah menarik perhatian komunitas internasional, dengan ratusan organisasi kemanusiaan menyerukan gencatan senjata penuh untuk memungkinkan pengiriman bantuan kemanusiaan yang mendesak. Namun, hingga saat ini, upaya tersebut belum membuahkan hasil yang signifikan.
Dengan meningkatnya ketegangan dan dampak kemanusiaan yang semakin parah, masa depan Jalur Gaza tetap penuh ketidakpastian. Penting bagi semua pihak untuk mencari solusi damai yang menghormati hak asasi manusia dan memastikan kesejahteraan penduduk sipil di wilayah tersebut.