Pada malam Ahad, 10 Agustus 2025, serangan udara Israel menargetkan tenda jurnalis yang terletak di depan Rumah Sakit Al-Shifa di bagian barat Kota Gaza. Serangan ini mengakibatkan tujuh warga sipil Palestina tewas, termasuk empat wartawan. Di antara korban yang meninggal adalah Anas Al-Sharif dan Mohammed Qreiqeh, koresponden Al Jazeera, serta dua wartawan foto, Ibrahim Daher dan Mohammed Nofal, bersama dengan sopir kru mereka. Selain itu, jurnalis Mohammed Sobh juga terluka dalam serangan tersebut.
Serangan ini terjadi di tengah meningkatnya ketegangan dan kekerasan di Gaza. Sejak 7 Oktober 2023, Israel telah melancarkan operasi militer besar-besaran di Jalur Gaza, yang telah menyebabkan lebih dari 61.000 warga Palestina tewas dan ratusan ribu lainnya terluka. Mayoritas korban adalah anak-anak dan perempuan. Kebijakan militer Israel yang intensif ini telah menimbulkan kecaman internasional, terutama terkait dengan tingginya jumlah korban sipil dan penghormatan terhadap perlindungan jurnalis di zona konflik.
Pada 10 Agustus 2025, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengumumkan rencana ofensif militer baru di Gaza, dengan tujuan mengalahkan Hamas dan mengamankan pembebasan sandera. Rencana ini mencakup pengambilalihan penuh Kota Gaza, langkah yang telah disetujui oleh kabinet keamanan Israel. Namun, rencana ini menuai kecaman internasional, termasuk dari negara-negara Eropa yang menyoroti krisis kemanusiaan yang semakin memburuk di Gaza. Mereka mendesak penghentian serangan dan peningkatan bantuan kemanusiaan untuk warga sipil yang terdampak.
Serangan terhadap jurnalis ini menyoroti tantangan besar yang dihadapi oleh media dalam melaporkan konflik di wilayah tersebut. Sejak dimulainya konflik pada Oktober 2023, setidaknya 192 jurnalis telah tewas akibat serangan Israel, menunjukkan risiko tinggi yang dihadapi oleh wartawan yang berusaha memberikan informasi kepada dunia internasional. Kejadian ini juga menimbulkan pertanyaan serius mengenai perlindungan jurnalis dan kebebasan pers di zona konflik.
Sementara itu, situasi kemanusiaan di Gaza semakin memburuk. Kekurangan pangan dan malnutrisi menjadi masalah serius, dengan laporan menunjukkan bahwa lebih dari 61.000 warga Palestina telah tewas sejak dimulainya konflik. Bantuan kemanusiaan yang terbatas dan pembatasan akses ke wilayah tersebut semakin memperparah kondisi warga sipil yang terperangkap dalam konflik.
Kejadian ini menegaskan pentingnya perlindungan terhadap jurnalis dan warga sipil dalam konflik bersenjata. Komunitas internasional diharapkan dapat bekerja sama untuk memastikan penghormatan terhadap hukum internasional dan perlindungan hak asasi manusia di wilayah konflik seperti Gaza.