Di tengah ketegangan yang terus berlangsung di kawasan Laut China Selatan, Duta Besar China untuk PBB, Fu Cong, angkat bicara dalam sebuah pertemuan Dewan Keamanan PBB yang berlangsung pada hari Senin. Fu menyebut Amerika Serikat sebagai “pengganggu terbesar” perdamaian di wilayah tersebut. Dia menyoroti tindakan AS yang dinilai semakin provokatif, termasuk pengerahan kekuatan militer yang besar-besaran ke kawasan yang menjadi sorotan global ini.
Dalam pernyataannya, Fu mengemukakan bahwa AS telah menempatkan berbagai sistem senjata ofensif di kawasan Laut China Selatan. Di antara persenjataan tersebut adalah rudal jarak menengah berbasis darat, yang diyakini bisa mengancam stabilitas regional. Tidak hanya itu, AS juga secara teratur mengirimkan armada laut dan udara untuk melakukan pengintaian dan latihan militer, yang dinilai mengganggu ketenangan dan meningkatkan ketegangan di kawasan ini.
Fu juga menekankan bahwa AS belum meratifikasi Konvensi PBB tentang Hukum Laut 1982, sebuah perjanjian internasional yang sangat penting untuk mengatur penggunaan lautan dan sumber daya di dalamnya. Ketidakpatuhan ini, menurut Fu, menunjukkan ketidakseriusan AS dalam menghormati hukum internasional dan kedaulatan negara-negara lainnya.
Berbicara mengenai posisi China, Fu menjelaskan bahwa negaranya secara konsisten menghormati kedaulatan Panama dan mengakui netralitas Terusan Panama sebagai jalur air internasional. Ini menunjukkan komitmen China terhadap norma-norma dan prinsip-prinsip hukum internasional.
Dalam pandangannya, tindakan AS yang dianggap menunjukkan kekuatan militer “di depan pintu negara lain” hanya berfungsi untuk menciptakan ketidakstabilan demi mendukung agenda geopolitiknya sendiri. Fu menegaskan bahwa pendekatan seperti ini tidak akan membawa perdamaian, melainkan hanya akan memperburuk situasi yang sudah tegang.
Dia meminta AS untuk melakukan introspeksi serius mengenai perannya sebagai kekuatan besar di dunia. Fu menegaskan pentingnya tanggung jawab yang harus diemban oleh AS, terutama terkait tindakan dan kebijakan yang berdampak luas pada keamanan internasional. Dalam konteks ini, China mengajak semua pihak untuk mencari solusi damai melalui dialog dan kerja sama.
Pendekatan China yang terus menerus mengedepankan diplomasi dan penyelesaian damai atas ketegangan di Laut China Selatan menyoroti upaya China untuk menjadi pemimpin regional yang bertanggung jawab. Meskipun ada berbagai tantangan, seperti klaim teritorial yang tumpang tindih dan penguasaan sumber daya, China berharap dapat mencapai konsensus dengan negara-negara lain di kawasan ini.
Dari sisi lain, banyak pihak mengkhawatirkan perilaku AS yang dianggap semakin agresif di Laut China Selatan. Langkah-langkah yang diambil oleh AS, seperti pengiriman pasukan dan armada laut, dipandang sebagai langkah provokatif yang dapat memicu ketegangan lebih lanjut. Keberadaan pangkalan militer dan pengiriman senjata canggih ke kawasan tersebut kian menambah ketidakpastian di daerah yang kaya akan sumber daya alam ini.
Di tengah dinamika yang berkembang, komunitas internasional terus mengamati situasi ini dengan seksama, menyadari bahwa tindakan dari kedua belah pihak akan berdampak pada stabilitas regional dan keamanan global. Dialog yang konstruktif, penghormatan terhadap hukum internasional, serta komitmen untuk mengurangi ketegangan akan menjadi kunci dalam menciptakan suasana damai di Laut China Selatan.
Melihat situasi ini, penting bagi semua pihak untuk menahan diri dan berfokus pada negosiasi yang berujung pada kesepakatan yang saling menguntungkan. Hanya dengan cara ini, keamanan di Laut China Selatan dapat terjaga dan konflik yang berkepanjangan dapat dihindari.