Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional, Nusron Wahid, menegaskan bahwa kebijakan penertiban tanah terlantar hanya akan menyasar lahan dengan status Hak Guna Usaha dan Hak Guna Bangunan yang tidak dimanfaatkan secara optimal. Ia menekankan bahwa tanah milik rakyat, seperti sawah, pekarangan, dan tanah waris yang telah bersertifikat Hak Milik atau Hak Pakai, tidak akan diambil alih oleh negara.
Nusron menjelaskan bahwa terdapat jutaan hektar tanah berstatus HGU dan HGB yang dalam kondisi telantar, tidak produktif, dan tidak memberikan manfaat secara optimal bagi masyarakat. Tanah-tanah tersebut berpotensi digunakan untuk program-program strategis pemerintah yang berdampak pada kesejahteraan rakyat, seperti reforma agraria, pertanian rakyat, ketahanan pangan, perumahan murah, serta penyediaan lahan bagi kepentingan umum seperti sekolah dan puskesmas.
Ia menegaskan bahwa kebijakan ini tidak akan menyasar tanah milik rakyat, termasuk sawah, pekarangan, atau tanah waris yang telah memiliki status sertifikat hak milik maupun hak pakai. Proses penetapan tanah terlantar memerlukan waktu yang panjang, dengan tahapan administrasi dan surat peringatan berjenjang, dengan total durasi sekitar 587 hari. Nusron menekankan bahwa tanah dengan status SHM tidak memiliki batas waktu pemanfaatan dan tetap dapat diwariskan antar generasi.
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto menugaskan Menteri Nusron untuk mengecek seluruh HGB dan HGU yang jatuh tempo dan tidak diperpanjang, serta mengembalikannya menjadi aset negara. Nusron juga telah mengidentifikasi sekitar 854.662 hektar tanah dengan status HGU dan HGB yang terindikasi telantar, yang akan dimanfaatkan untuk program-program pembangunan nasional.
Dengan demikian, kebijakan penertiban tanah terlantar difokuskan pada lahan-lahan yang tidak dimanfaatkan secara optimal, dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mendukung program pembangunan nasional.