Pemerintah Rusia telah mengumumkan pembatasan terhadap layanan panggilan suara di aplikasi pesan instan WhatsApp dan Telegram. Langkah ini diambil sebagai upaya untuk memerangi tindak kriminal di ranah digital, termasuk penipuan daring dan ancaman terorisme yang dianggap marak di platform asing. Roskomnadzor, badan pengawas komunikasi Rusia, menyatakan bahwa WhatsApp dan Telegram telah mengabaikan permintaan berulang untuk mengambil langkah pencegahan agar layanannya tidak disalahgunakan oleh pihak-pihak berbahaya.
Meta, pemilik WhatsApp, menegaskan bahwa layanan mereka sepenuhnya privat, menggunakan enkripsi end-to-end, dan tidak akan mengorbankan hak komunikasi aman penggunanya meskipun mendapat tekanan pemerintah. Sementara itu, Telegram menyatakan telah aktif menghapus jutaan konten berbahaya setiap hari, termasuk ajakan kekerasan dan penipuan.
Namun, sejak 11 Agustus 2025, pengguna melaporkan bahwa panggilan suara di Telegram nyaris tidak berfungsi, sementara panggilan WhatsApp terganggu dengan suara berdengung dan putus-putus, membuat pengalaman komunikasi menjadi semakin frustrasi.
Langkah ini merupakan bagian dari strategi Kremlin untuk memperkuat “kedaulatan digital” di dalam negeri. Presiden Vladimir Putin telah menyetujui pengembangan aplikasi perpesanan lokal yang akan terintegrasi dengan berbagai layanan pemerintah. Tujuan utamanya adalah mengurangi ketergantungan pada platform asing dan mempromosikan penggunaan layanan buatan dalam negeri yang diklaim lebih aman dan patuh hukum.
Anton Gorelkin, wakil ketua komite teknologi informasi di parlemen, menegaskan bahwa platform asing harus membuka entitas hukum di Rusia dan bekerja sama dengan Roskomnadzor serta aparat penegak hukum jika ingin layanan mereka dipulihkan sepenuhnya. Namun, kritikus menilai strategi ini berpotensi memicu migrasi paksa pengguna ke platform lokal melalui perlambatan atau pembatasan fitur pada aplikasi asing.
Sejumlah kelompok HAM, termasuk Human Rights Watch, menyoroti bahwa langkah ini memperlihatkan tren peningkatan kontrol pemerintah Rusia terhadap infrastruktur internet nasional. Mereka khawatir bahwa pembatasan ini akan mempersempit kebebasan berkomunikasi dan mengurangi privasi pengguna di dunia maya.
Sebelumnya, pada 2024, Rusia juga mengalami gangguan akses ke Telegram dan WhatsApp akibat serangan DDoS. Meskipun gangguan tersebut telah diatasi, insiden ini menunjukkan kerentanannya infrastruktur digital Rusia terhadap ancaman siber.
Dengan langkah terbaru ini, Rusia semakin memperketat kontrol terhadap platform komunikasi asing, seiring dengan upaya untuk memperkuat kedaulatan digital dan mengurangi ketergantungan pada teknologi luar negeri. Namun, langkah ini juga menimbulkan pertanyaan mengenai dampaknya terhadap kebebasan berkomunikasi dan akses informasi bagi warga negara.