AS Mundur dari UNESCO, China Serukan Komitmen Multilateralism

by -14 Views
[keyword]bitcoin[/keyword]

Pemerintah China telah memberikan tanggapan terhadap keputusan Amerika Serikat untuk menarik diri dari keanggotaan Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB. Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Guo Jiakun, menyatakan bahwa keputusan tersebut disayangkan, terutama karena AS telah lama tidak memenuhi kewajiban pembayarannya kepada organisasi. Dalam konferensi pers yang diadakan di Beijing, Guo Jiakun mengungkapkan bahwa UNESCO serta banyak negara lainnya merasakan penyesalan atas langkah terbaru yang diambil oleh Washington.

Keputusan ini diambil setelah Presiden Donald Trump mengumumkan penarikan AS dari UNESCO. Dalam pernyataannya, Wakil Juru Bicara Gedung Putih, Anna Kelly, mencatat bahwa presiden merasa bahwa organisasi tersebut mendukung agenda sosial dan budaya yang dianggap progresif, dan dinilai berpotensi memecah belah. Kelly melanjutkan, tindakan tersebut tidak sesuai dengan kebijakan yang diinginkan oleh mayoritas rakyat Amerika yang diungkapkan pada pemilu sebelumnya.

Guo Jiakun menegaskan bahwa UNESCO berperan penting dalam mendorong kolaborasi internasional di bidang pendidikan, sains, dan budaya. Tujuan utama organisasi ini adalah untuk memperkuat saling pengertian antarperadaban, mewujudkan perdamaian, dan mencapai pembangunan yang berkelanjutan di seluruh dunia. Dalam konteks ini, China menyatakan dukungannya terhadap upaya UNESCO dan menyerukan semua negara untuk kembali berkomitmen pada prinsip-prinsip multilateralisme serta mendukung sistem internasional yang berpusat pada PBB.

Di sisi lain, Juru Bicara Departemen Luar Negeri AS, Tammy Bruce, menyatakan bahwa keputusan untuk mencabut keanggotaan AS dalam UNESCO akan berlaku mulai 31 Desember 2026. Pengumuman ini diajukan langsung kepada Direktur Jenderal UNESCO, Audrey Azoulay. Bruce menyebutkan bahwa keikutsertaan AS dalam organisasi tersebut tidak selaras dengan kepentingan nasionalnya. Ia menekankan bahwa agenda yang dibawa oleh UNESCO dalam pengembangan internasional dianggap bertentangan dengan kebijakan luar negeri “America First” yang diusung oleh pemerintahan Trump.

Dalam pandangannya, Bruce juga mengkritik pengakuan Negara Palestina oleh UNESCO, yang disebutnya menjadi sumber masalah, dan berkontribusi pada peningkatan retorika anti-Israel di dalam organisasi. Memang, AS dikenal sebagai salah satu pendiri UNESCO saat organisasi tersebut dibentuk pada tahun 1945. Namun, AS pernah keluar dari anggota pada tahun 1984 karena kekhawatiran akan pengelolaan keuangan yang tidak tepat dan bias yang dirasa bertentangan dengan kepentingannya saat itu.

AS kemudian kembali bergabung dengan UNESCO pada tahun 2003 di bawah kepemimpinan Presiden George W. Bush, yang meyakini reformasi penting telah terjadi dalam organisasi. Sayangnya, Washington kemudian menarik diri lagi pada akhir 2018 selama pemerintahan Trump, dengan tuduhan bahwa UNESCO bersikap anti-Israel. Tahun ini, di bawah kepemimpinan Presiden Joe Biden, AS kembali menjadi anggota UNESCO.

Sumber pendapatan utama bagi UNESCO termasuk kontribusi negara-negara anggotanya, dengan AS menyuplai sekitar delapan persen dari anggaran organisasi tersebut. Sebelum pengumuman penarikan dari UNESCO, Trump juga telah menyatakan keputusan untuk menarik AS dari Organisasi Kesehatan Dunia dan menghentikan pendanaan Badan Bantuan PBB untuk Pengungsi Palestina.

UNESCO, sebagai badan yang bertujuan mempromosikan kerja sama dalam pendidikan, sains, budaya, dan komunikasi, bertanggung jawab atas perlindungan sejumlah situs sejarah dan tradisi yang diakui sebagai warisan dunia. Dengan keputusan yang diambil oleh Amerika Serikat, masa depan kerjasama internasional dalam bidang pendidikan dan budaya melalui organisasi ini menjadi semakin tidak pasti. Ini menciptakan tantangan baru dalam upaya memelihara hubungan antarnegara dan mencapai tujuan bersama dalam mendorong perdamaian serta pembangunan berkelanjutan.