Pada Sabtu, 2 Agustus 2025, pengiriman bantuan makanan melalui udara ke Jalur Gaza kembali dilanjutkan setelah sebelumnya terhenti. Langkah ini diambil sebagai respons terhadap kondisi kemanusiaan yang semakin memburuk di wilayah kantong yang terkepung tersebut. Namun, baik warga Palestina maupun kelompok-kelompok bantuan internasional menilai bahwa bantuan yang masuk masih jauh dari cukup untuk memenuhi kebutuhan mendesak mereka.
Sejak dimulainya blokade Israel pada 2 Maret 2025, seluruh perbatasan Gaza ditutup, memblokir masuknya bantuan kemanusiaan dan memperparah kondisi yang sudah kritis di wilayah tersebut. Pejabat Palestina menyatakan bahwa sedikitnya 600 truk bantuan diperlukan setiap hari untuk memenuhi kebutuhan 2,4 juta jiwa penduduk Gaza. Namun, kenyataannya, jumlah bantuan yang masuk jauh dari angka tersebut, menyebabkan banyak warga Gaza masih kesulitan mengakses makanan.
Selain itu, situasi keamanan yang tidak stabil turut memperparah krisis ini. Pemerintah Palestina di Jalur Gaza melaporkan bahwa sebagian besar dari 36 truk bantuan yang diizinkan Israel masuk pada Jumat, 1 Agustus 2025, telah dijarah. Kantor Media Pemerintah Gaza menuduh Israel menjalankan “kebijakan kekacauan dan kelaparan” di wilayah tersebut, dengan truk-truk bantuan menjadi sasaran penjarahan sebagai bagian dari “rencana penghancuran sistematis” yang bertujuan membuat warga Gaza kelaparan.
Krisis kemanusiaan di Gaza telah mencapai titik terburuk sejak dimulainya perang pada 7 Oktober 2023. Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan memperingatkan bahwa pengiriman bantuan telah diblokir selama 51 hari tanpa jeda, menjadikan situasi ini sebagai yang paling kritis sepanjang perang di Gaza. Kondisi ini menyebabkan banyak warga sipil di Gaza menghadapi kesulitan besar dalam memenuhi kebutuhan dasar mereka.
Organisasi kemanusiaan internasional, seperti Médecins Sans Frontières, juga menyoroti dampak serius dari blokade ini. MSF menuduh Israel sengaja menciptakan krisis kemanusiaan di Jalur Gaza, dengan meningkatnya jumlah pasien yang mengalami malnutrisi dan fasilitas kesehatan yang semakin kekurangan pasokan medis. Fasilitas kesehatan yang masih beroperasi terus menjadi sasaran serangan, dan pasokan medis serta bahan bakar vital untuk rumah sakit tidak diizinkan masuk.
Krisis ini juga berdampak pada sektor kesehatan, dengan laporan dari UNRWA yang menyatakan bahwa sistem kesehatan di Gaza tengah menghadapi krisis operasional serius yang mengancam nyawa jutaan warga sipil, terutama anak-anak. Banyak fasilitas kesehatan telah hancur total akibat operasi militer Israel yang tak henti-hentinya, sementara pergerakan tenaga medis dibatasi dan pasokan medis serta bahan bakar vital untuk rumah sakit tidak diizinkan masuk.
Selain itu, laporan dari Crisis Group menunjukkan bahwa Gaza mendekati bencana kelaparan massal, dengan ribuan keluarga tidak mendapatkan akses bantuan dasar. Pendekatan bantuan yang dipolitisasi, alih-alih berdasarkan kebutuhan kemanusiaan mendesak, telah membuat distribusi tidak merata, memperburuk krisis yang ada.
Dengan kondisi yang semakin memburuk, kebutuhan akan bantuan kemanusiaan yang lebih besar dan efektif menjadi semakin mendesak. Masyarakat internasional diharapkan dapat bekerja sama untuk memastikan bahwa bantuan yang masuk dapat menjangkau mereka yang paling membutuhkan, serta mendukung upaya-upaya untuk mengakhiri blokade dan mengakhiri krisis kemanusiaan yang telah berlangsung lama di Jalur Gaza.