Pada Rabu, 20 Agustus 2025, di Jakarta, Wakil Ketua Badan Legislasi DPR-RI, Ahmad Doli Kurnia, menekankan pentingnya kolaborasi antara para ketua umum partai politik untuk segera membahas revisi Undang-Undang Pemilu. Menurut Doli, langkah ini krusial agar proses seleksi penyelenggara pemilu dapat dilaksanakan sesuai dengan ketentuan undang-undang yang baru.
Doli berharap para pemimpin partai politik dapat duduk bersama untuk mencapai konsensus dalam memulai pembicaraan mengenai revisi undang-undang pemilu dan undang-undang politik secara umum. Ia menekankan bahwa pembahasan ini harus segera dimulai untuk memastikan pelaksanaan pemilu yang lebih baik di masa depan.
Revisi Undang-Undang Pemilu menjadi semakin mendesak setelah Mahkamah Konstitusi mengeluarkan putusan yang memisahkan waktu pelaksanaan pemilu nasional dan lokal. Putusan ini mengubah skema waktu pelaksanaan pemilu menjadi dua tahap: pertama, Pemilu Serentak Nasional pada tahun 2029, dan kedua, Pemilu Daerah pada tahun 2031. Perubahan ini membawa implikasi signifikan yang perlu ditindaklanjuti dengan perubahan regulasi, termasuk kesiapan regulasi, kelembagaan penyelenggara, dan kepastian hukum bagi jabatan-jabatan publik di daerah selama masa transisi.
Selain itu, revisi ini juga harus mengakomodasi berbagai putusan uji materi dan perselisihan hasil pemilu yang telah diputus oleh MK. Proses revisi diperkirakan membutuhkan waktu yang relatif lama karena perlu melaksanakan putusan MK terkait pemisahan pemilu nasional dan lokal. Oleh karena itu, pembahasan revisi UU Pemilu harus segera dimulai agar dapat diimplementasikan dalam Pemilu 2029.
Namun, hingga saat ini, pembahasan revisi UU Pemilu belum dimulai secara resmi. Badan Legislasi DPR-RI telah memasukkan RUU Pemilu ke dalam Program Legislasi Nasional 2025, namun keputusan mengenai siapa yang akan membahas RUU tersebut masih menunggu keputusan pimpinan DPR. Wakil Ketua Komisi II DPR, Zulfikar Arse Sadikin, menegaskan bahwa saat ini pihaknya tidak sedang menyiapkan perubahan terhadap UU Pemilu, tetapi fokus pada revisi UU Aparatur Sipil Negara. Sementara itu, Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad, mengungkapkan bahwa revisi UU Pemilu tidak akan dibahas pada masa sidang kali ini, karena fraksi-fraksi partai politik di DPR RI masih membicarakan revisi UU tersebut hanya sebatas informal.
Meskipun terdapat tantangan dalam memulai pembahasan revisi UU Pemilu, penting bagi semua pihak untuk segera berkolaborasi dan mencapai kesepakatan guna memastikan pelaksanaan pemilu yang lebih baik dan sesuai dengan dinamika sosial-politik masyarakat. Revisi ini harus didasarkan pada refleksi menyeluruh terhadap pengalaman panjang penyelenggaraan pemilu di Indonesia sejak 1955, sehingga regulasi yang dihasilkan dapat adaptif, inklusif, dan sesuai dengan kebutuhan demokrasi Indonesia.