Fatwa Haram MUI Jatim: Sound Horeg Berisiko Bahaya Kesehatan dan Keselamatan Transportasi

by -12 Views
[keyword]bitcoin[/keyword]

Di tengah hiruk-pikuk festival Karnaval Urek-Urek di Malang, perhatian masyarakat beralih pada pernyataan tegas Majelis Ulama Indonesia Jawa Timur yang mengeluarkan fatwa haram terkait penggunaan sound horeg. Fenomena ini bukan hanya menjadi topik pembicaraan di kalangan pengunjung, tetapi juga mengundang perhatian Komite Nasional Keselamatan Transportasi, yang menyoroti sejumlah aspek teknis dan keselamatan dalam penggunaan perangkat audio tersebut.

Ahmad Wildan, penyelidik senior dari KNKT, menggarisbawahi betapa pentingnya keselamatan terkait proses instalasi sound system yang seringkali dilakukan secara sembarangan. Menurutnya, banyak installer yang tidak memiliki pemahaman mendalam tentang standar otomotif dan menggunakan material yang tidak memenuhi standar keselamatan, sehingga meningkatkan risiko kecelakaan. Proses pemasangan yang tidak sesuai juga menjadi perhatian, di mana sumber listrik sering kali dihubungkan secara sembarangan, tanpa memperhitungkan dampaknya terhadap fungsi utama kendaraan.

Risiko yang ditimbulkan oleh pemasangan sistem audio berdaya besar ini dapat mengganggu stabilitas kendaraan. Dalam banyak kasus, pengemudi jarang memperhatikan perhitungan kelistrikan dan struktur kendaraan saat menambah perangkat audio seperti speaker besar, amplifier, dan genset. Beban tambahan ini bisa berpotensi menyebabkan korsleting atau bahkan kebakaran, saat truk beroperasi di jalan raya. Oleh karena itu, pendekatan edukasi kepada pemilik truk sound horeg menjadi tantangan tersendiri. Wildan mengemukakan bahwa sosialisasi terkait keselamatan lebih mudah dilakukan dengan manajemen perusahaan, sementara untuk individu pemilik truk, hal ini cukup sulit.

Selain masalah teknis, dampak kesehatan dari suara yang dihasilkan oleh sound horeg juga tidak bisa diabaikan. Dr. Gina Noor Djalilah, seorang pakar kesehatan dari Universitas Muhammadiyah Surabaya, mengingatkan bahwa level suara yang dihasilkan bisa mencapai 120 hingga 135 desibel. Ini jelas jauh melampaui ambang batas yang ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia, yang merekomendasikan agar tingkat kebisingan tidak lebih dari 70 desibel. Paparan suara di atas 85 desibel, menurutnya, bisa menyebabkan kerusakan permanen pada pendengaran jika terpapar dalam waktu lama.

Dalam konteks ini, fatwa haram dari MUI Jawa Timur dapat dipahami sebagai upaya untuk melindungi masyarakat dari berbagai resiko yang ditimbulkan oleh sound horeg, baik dari segi keselamatan transportasi maupun kesehatan. Dengan suara yang demikian keras, jelas bahwa penggunaan sound system dalam acara-acara seperti karnaval harus dikendalikan agar tidak mengganggu kenyamanan dan keselamatan publik.

Di tengah berbagai tantangan ini, penting untuk mendorong dialog antara pemangku kepentingan, termasuk aturan pemerintah, komunitas, serta masyarakat pengguna. Hanya dengan pendekatan yang holistik dan berbasis pada fakta-fakta ilmiah, kita dapat menciptakan lingkungan yang lebih aman dan sehat. Adalah tanggung jawab bersama untuk memastikan bahwa setiap perayaan budaya dan festival tidak hanya menjadi ajang hiburan semata, tetapi juga menjunjung tinggi keselamatan dan kesehatan masyarakat.

Upaya edukasi dan sosialisasi mengenai bahaya penggunaan sound horeg perlu dilakukan secara berkala dan menyeluruh. Penggunaan media sosial dan kampanye informasi dapat menjadi sarana efektif untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan risiko yang ada. Dalam jangka panjang, diharapkan adanya penataan dan peraturan yang lebih ketat terkait penggunaan sound system yang mampu menjaga keseimbangan antara budaya dan keselamatan publik.

Karnaval Urek-Urek yang telah menjadi bagian dari tradisi masyarakat setempat harus dijaga agar tetap menjadi sumber kebanggaan, tanpa mengorbankan kesehatan dan keselamatan. Dengan kolaborasi berbagai pihak, harapan untuk menikmati perayaan sekaligus menjaga keselamatan dan kesehatan masyarakat bukanlah hal yang mustahil. Seiring dengan perkembangan zaman, kita dituntut untuk lebih bijak dalam menyikapi inovasi dan tradisi, agar keduanya dapat berjalan beriringan dengan harmonis.