Pada 13 Agustus 2025, Menteri Luar Negeri Mesir, Badr Abdelatty, mengumumkan bahwa jika gencatan senjata tercapai di Jalur Gaza, wilayah tersebut akan dikelola oleh 15 teknokrat Palestina di bawah pengawasan Otoritas Palestina selama periode sementara enam bulan. Tujuan utama dari pengaturan ini adalah memastikan kesatuan administratif antara Gaza dan Tepi Barat. Namun, Abdelatty tidak memberikan rincian lebih lanjut mengenai implementasi rencana tersebut.
Sebelumnya, pada 11 Agustus 2025, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menyatakan bahwa Gaza akan dikelola oleh “pemerintahan sipil non-Israel” setelah pendudukan Kota Gaza. Netanyahu menegaskan bahwa pemerintahan yang direncanakan akan dijalankan oleh pihak ketiga, bukan oleh Hamas maupun Otoritas Palestina, meskipun tanpa memberikan rincian lebih lanjut.
Perundingan mengenai gencatan senjata di Gaza kembali berlangsung pada 13 Agustus 2025, dengan delegasi Hamas tiba di Kairo untuk berdiskusi dengan pejabat Mesir mengenai proposal gencatan senjata selama 60 hari. Diskusi ini berlangsung saat Israel melanjutkan strategi pendudukan kembali secara bertahap yang telah disetujui oleh Kabinet Keamanannya pada pekan sebelumnya.
Tujuan utama dari gencatan senjata ini adalah kembali ke proposal awal, yaitu gencatan senjata selama 60 hari, disertai dengan pembebasan beberapa sandera dan tahanan Palestina, serta masuknya bantuan kemanusiaan dan medis ke Gaza tanpa hambatan atau syarat. Menurut media Israel, proposal tersebut mengusulkan gencatan senjata selama 60 hari, di mana 10 sandera Israel yang masih hidup akan dibebaskan dalam dua tahap, dan jenazah 18 sandera lainnya akan diserahkan dalam tiga tahap, dengan imbalan pembebasan sejumlah tahanan Palestina serta masuknya bantuan kemanusiaan ke wilayah tersebut.
Sementara itu, Israel menghadapi kecaman yang semakin meluas atas perang genosida terhadap Gaza, di mana lebih dari 61.700 orang telah tewas sejak Oktober 2023. Pada November lalu, Mahkamah Pidana Internasional mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Netanyahu dan mantan Kepala Pertahanannya, Yoav Gallant, atas dugaan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza. Israel juga tengah menghadapi kasus genosida di Mahkamah Internasional atas perang yang dilancarkannya di wilayah kantong tersebut.
Perlu dicatat bahwa situasi di Gaza terus berkembang, dan informasi lebih lanjut akan diperoleh seiring berjalannya waktu.