Pada Sabtu, 2 Agustus 2025, Hamas menegaskan kembali komitmennya untuk tidak melucuti senjata kecuali jika negara Palestina yang merdeka dan berdaulat dengan Yerusalem sebagai ibu kotanya telah didirikan. Pernyataan ini disampaikan sebagai tanggapan terhadap klaim Utusan Khusus Presiden Amerika Serikat untuk Timur Tengah, Steve Witkoff, yang menyebut bahwa Hamas telah menunjukkan kesediaan untuk dilucuti.
Dalam pernyataannya, Hamas menegaskan bahwa perlawanan bersenjata adalah hak nasional dan sah selama penjajahan masih berlangsung, hak yang diakui dalam hukum dan konvensi internasional. Kelompok ini menegaskan bahwa hak tersebut tidak bisa dilepaskan kecuali jika seluruh hak nasional mereka telah terpenuhi sepenuhnya, terutama pendirian negara Palestina yang merdeka dan berdaulat dengan Yerusalem sebagai ibu kotanya.
Sebelumnya, Witkoff bertemu dengan keluarga sandera Israel di Tel Aviv dan menyatakan bahwa Hamas telah menunjukkan kesediaan untuk dilucuti. Ia juga mengunjungi pusat bantuan di Gaza selatan yang dikelola oleh Gaza Humanitarian Foundation, sebuah lembaga yang menuai kontroversi. Witkoff mengatakan bahwa kunjungannya bertujuan untuk memberikan Presiden AS Donald Trump pemahaman langsung tentang situasi kemanusiaan di Gaza dan membantu merancang rencana distribusi bantuan makanan dan medis bagi warga Gaza.
Kunjungan tersebut berlangsung di tengah meningkatnya kritik terhadap koordinasi AS-Israel di Gaza, terutama terkait model distribusi GHF. Warga Palestina menyebut model ini sebagai alat pemindahan paksa dengan kedok bantuan kemanusiaan serta menjadi “perangkap maut” bagi para pencari bantuan, di mana lebih dari 1.300 orang tewas sejak Mei saat mengantre bantuan.
Sejak 7 Oktober 2023, sedikitnya 169 warga Palestina, termasuk 93 anak-anak, meninggal dunia akibat kelaparan, menurut data Kementerian Kesehatan Gaza. Menolak seruan internasional untuk gencatan senjata, militer Israel terus menggencarkan serangan brutal ke Gaza sejak 7 Oktober 2023. Serangan ini telah menewaskan lebih dari 60.000 warga Palestina, sebagian besar perempuan dan anak-anak.
Pada November lalu, Mahkamah Pidana Internasional mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap pemimpin otoritas Israel Benjamin Netanyahu dan mantan kepala pertahanan, Yoav Gallant, atas dugaan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza. Israel juga tengah menghadapi gugatan genosida di Mahkamah Internasional atas perang yang dilancarkan terhadap wilayah tersebut.
Sementara itu, negara-negara Arab dan Barat, termasuk Prancis, Inggris, dan Kanada, mendesak solusi dua negara untuk perdamaian Timur Tengah. Mereka menyerukan pendirian negara Palestina yang merdeka dan berdaulat dengan Yerusalem sebagai ibu kotanya, serta menyerukan pelucutan senjata Hamas dan penyerahan kontrol Gaza kepada Otoritas Palestina. Namun, Hamas menolak tuntutan tersebut, menegaskan bahwa mereka tidak akan menyerahkan senjata kecuali jika negara Palestina yang merdeka dan berdaulat telah didirikan.
Sementara itu, Witkoff bertemu dengan keluarga sandera Israel di Tel Aviv pada Sabtu. Dalam waktu yang sama, ratusan orang menggelar aksi unjuk rasa menuntut kesepakatan gencatan senjata yang dapat menjamin pembebasan para sandera dari Jalur Gaza, menurut laporan Haaretz. Kunjungan tersebut merupakan yang ketiga bagi Witkoff ke Hostage Square sejak perang dimulai. Kehadirannya terjadi tak lama setelah kelompok Hamas dan Jihad Islam merilis video dua sandera Israel yang terlihat kurus dan lemah, yaitu Evyatar David dan Rom Braslavski. Video itu memicu kembali kemarahan publik.
Pada Jumat sebelumnya, Witkoff juga mengunjungi pusat bantuan di Gaza selatan yang dikelola oleh Gaza Humanitarian Foundation, sebuah lembaga yang menuai kontroversi. Ia mengatakan bahwa kunjungannya bertujuan untuk memberikan Presiden AS Donald Trump pemahaman langsung tentang situasi kemanusiaan di Gaza dan membantu merancang rencana distribusi bantuan makanan dan medis bagi warga Gaza.
Kunjungan tersebut berlangsung di tengah meningkatnya kritik terhadap koordinasi AS-Israel di Gaza, terutama terkait model distribusi GHF. Warga Palestina menyebut model ini sebagai alat pemindahan paksa dengan kedok bantuan kemanusiaan serta menjadi “perangkap maut” bagi para pencari bantuan, di mana lebih dari 1.300 orang tewas sejak Mei saat mengantre bantuan.
Sejak 7 Oktober 2023, sedikitnya 169 warga Palestina, termasuk 93 anak-anak, meninggal dunia akibat kelaparan, menurut data Kementerian Kesehatan Gaza. Menolak seruan internasional untuk gencatan senjata, militer Israel terus menggencarkan serangan brutal ke Gaza sejak 7 Oktober 2023. Serangan ini telah menewaskan lebih dari 60.000 warga Palestina, sebagian besar perempuan dan anak-anak.
Pada November lalu, Mahkamah Pidana Internasional mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap pemimpin otoritas Israel Benjamin Netanyahu dan mantan kepala pertahanan, Yoav Gallant, atas dugaan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza. Israel juga tengah menghadapi gugatan genosida di Mahkamah Internasional atas perang yang dilancarkan terhadap wilayah tersebut.
Sementara itu, negara-negara Arab dan Barat, termasuk Prancis, Inggris, dan Kanada, mendesak solusi dua negara untuk perdamaian Timur Tengah. Mereka menyerukan pendirian negara Palestina yang merdeka dan berdaulat dengan Yerusalem sebagai ibu kotanya, serta menyerukan pelucutan senjata Hamas dan penyerahan kontrol Gaza kepada Otoritas Palestina. Namun, Hamas menolak tuntutan tersebut, menegaskan bahwa mereka tidak akan menyerahkan senjata kecuali jika negara Palestina yang merdeka dan berdaulat telah didirikan.