Harga bahan bakar minyak di Malaysia kembali menarik perhatian, mengingat besarnya selisih harga dibandingkan dengan Indonesia. Pemberlakuan harga terbaru menunjukkan bahwa bahan bakar RON 95 di Negeri Jiran ini hanya dihargai 2,05 ringgit Malaysia, atau sekitar Rp 7.900 per liter. Ini adalah kabar baik bagi para pemilik kendaraan di Malaysia, terutama ketika pertumbuhan ekonomi yang pesat membuat ketersediaan dan stabilitas harga bahan bakar menjadi isu penting.
Kementerian Keuangan Malaysia telah merilis harga eceran bahan bakar yang berlaku dari 21 hingga 27 Agustus 2025. Penetapan harga mingguan ini merupakan yang ke-34 dalam sistem baru yang diperkenalkan sejak awal tahun 2019. Dengan format ini, masyarakat bisa lebih terinformasi dan mempersiapkan anggaran mereka dengan lebih baik, mengingat perubahan harga terjadi secara rutin.
Mengenai harga diesel, terdapat penurunan sebesar lima sen sehingga bahan bakar untuk kampuran Euro 5 B10 dan B20 kini dihargai 2,85 ringgit Malaysia, atau setara Rp 11.000 per liter. Penurunan ini dari harga sebelumnya yang berada di angka 2,90 ringgit Malaysia. Sementara itu, harga diesel Euro 5 B7 mengalami kenaikan 20 sen, menjadi 3,05 ringgit Malaysia, atau Rp 11.700 per liter. Namun, untuk wilayah Sabah, Sarawak, dan Labuan, harga diesel tetap stabil di 2,15 ringgit Malaysia, atau sekitar Rp 8.200 per liter.
Ketika membandingkan harga-harga ini dengan Indonesia, jelas terlihat perbedaan yang signifikan. Di Indonesia, harga BBM RON 95 jauh lebih mahal. Salah satu contohnya adalah Pertamax Green 95 yang dipasarkan seharga Rp 13.000 per liter. Demikian juga, Shell V-Power dan BP Ultimate dijual dengan harga yang hampir serupa, yaitu Rp 13.050 per liter. Harga-harga ini mencerminkan tantangan yang dihadapi Indonesia dalam mengelola subsidi dan fluktuasi harga minyak global.
Fenomena harga yang lebih rendah di Malaysia bisa jadi disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk kebijakan pemerintah yang berbeda dalam mengatur subsidi BBM, serta keberlanjutan produksi minyak dan gas yang relatif lebih stabil. Ini tentu saja menjadi sorotan bagi pemerintah Indonesia, yang terus berupaya menyeimbangkan antara kebutuhan rakyat dengan kondisi ekonomi dan keuangan negara.
Ketidakpastian harga minyak dunia juga menjadi faktor penting yang mempengaruhi kondisi ini. Ketika harga minyak mentah internasional berfluktuasi, pemerintah harus cepat tanggap dalam mengatur strategi subsidi agar tidak memberi beban berlebihan kepada masyarakat. Namun, dengan harga BBM domestik yang tinggi, semakin banyak warga Indonesia yang merasa tertekan, terutama bagi mereka yang mengandalkan kendaraan pribadi untuk mobilitas sehari-hari.
Dari sisi masyarakat, perbandingan harga BBM ini menciptakan rasa keinginan untuk melihat reformasi kebijakan yang lebih baik di dalam negeri. Diskusi mengenai kebijakan subsidi yang lebih efisien dan transparan mulai mengemuka di kalangan publik, dengan harapan bahwa pemerintah dapat memberikan solusi yang lebih adil bagi semua kalangan masyarakat. Perdebatan mengenai subsidi BBM selalu menjadi isu sensitif, mengingat dampaknya terhadap inflasi dan biaya hidup yang langsung dirasakan oleh masyarakat.
Dengan frekuensi penetapan harga mingguan di Malaysia, para pemilik kendaraan bisa lebih mudah untuk melakukan perencanaan biaya operasional, sebuah hal yang sangat diinginkan oleh masyarakat Indonesia. Di sisi lain, kebijakan harga yang transparan akan membantu masyarakat mengetahui lebih awal apa yang perlu mereka siapkan dalam beraktivitas sehari-hari.
Secara keseluruhan, meskipun harga BBM di Malaysia saat ini lebih menguntungkan bagi konsumennya, situasi ini menjadi tantangan yang serius bagi Indonesia. Dengan adanya perbedaan harga yang mencolok, penting bagi pemerintah untuk meninjau kembali strategi dan kebijakan yang ada agar bisa memberikan keadilan bagi masyarakat sekaligus menjaga stabilitas ekonomi. Perbandingan ini bukan hanya sekadar tentang angka, tetapi mencerminkan kualitas hidup dan harapan akan kebijakan yang lebih baik di masa mendatang.