Kedutaan Besar Republik Indonesia di Tokyo telah menegaskan kembali komitmennya dalam mewujudkan perdamaian dunia dengan turut hadir dalam peringatan 80 tahun jatuhnya bom atom di Hiroshima dan Nagasaki. Acara tersebut diselenggarakan di Hiroshima Peace Memorial Ceremony dan Nagasaki Peace Memorial Ceremony, menandai sebuah langkah penting bagi Indonesia dalam ikut memperkuat kesadaran global akan pentingnya perdamaian.
Kehadiran Kuasa Usaha Ad Interim KBRI Tokyo, Maria Renata Hutagalung, menunjukkan bahwa Indonesia tidak hanya terlibat di tingkat diplomasi, tetapi juga menekankan relevansi terhadap peristiwa bersejarah yang telah mempengaruhi jutaan nyawa. Dalam kesempatan tersebut, turut hadir juga Sekretaris Pertama Fungsi Politik, Gina Anggraini, dan Sekretaris Kedua, Budi Akmal Djafar. KBRI menunjukkan bahwa peran aktif dalam forum internasional, terutama yang menyangkut isu-isu kemanusiaan, adalah salah satu langkah konkret untuk mendukung upaya perdamaian di seluruh dunia.
Perdana Menteri Jepang, Shigeru Ishiba, juga hadir dalam acara ini bersama berbagai perwakilan masyarakat Jepang, seperti korban dan keluarga dari tragedi bom nuklir, pelajar, serta perwakilan organisasi politik dan internasional. Acara ini bukan sekadar seremonial; ia berfungsi sebagai pengingat akan tragedi yang terjadi pada 6 Agustus 1945 di Hiroshima dan 9 Agustus 1945 di Nagasaki, yang sampai saat ini masih membekas dalam ingatan masyarakat Jepang dan dunia. Lebih dari 210 ribu jiwa melayang akibat kekejaman tersebut, dan pesan yang diusung adalah bahwa tragedi serupa tidak boleh terulang di masa depan.
Acara ini dihelat setiap tahun sebagai bentuk penghormatan dan pengingat kepada generasi mendatang agar mereka tidak melupakan ancaman yang dibawa oleh senjata nuklir. Dalam konteks ini, perwakilan pemerintah dan masyarakat Jepang mengingatkan pentingnya kesadaran akan bahaya senjata nuklir, terlebih dalam situasi geopolitik yang semakin kompleks dan penuh ketegangan saat ini. Dalam sepatah kata, mereka menekankan bahwa dunia harus bersatu untuk menanggulangi ancaman tersebut.
Perdana Menteri Ishiba mengajak semua negara untuk bersama-sama mendukung aspirasi menciptakan dunia tanpa senjata nuklir. Hal ini sejalan dengan visi yang diusung oleh para pemimpin G7 dalam G7 Leaders’ Hiroshima Vision on Nuclear Disarmament, yang menjadi salah satu poin penting dalam pertemuan puncak G7 di Hiroshima pada bulan Mei 2023.
Pesan ini sangat relevan di tengah situasi global yang kian tidak menentu. Ancaman senjata nuklir bukan hanya masalah lokal atau regional, melainkan sebuah tantangan global yang harus dihadapi bersama. Dengan mengingat kembali tragedi Hiroshima dan Nagasaki, diharapkan muncul kesadaran kolektif yang mendorong negara-negara di seluruh dunia untuk selalu mengevaluasi dan merestrukturisasi kebijakan keamanan mereka, agar tidak terjerumus dalam siklus konflik yang berkepanjangan.
Di dalam kenyataan KBRI Tokyo, tertera bahwa komitmen untuk memajukan perdamaian dunia adalah amanat konstitusi yang tidak boleh dilupakan. Ini merupakan titik pijak bagi Indonesia untuk terus aktif berperan dalam forum internasional, menjunjung tinggi prinsip-prinsip yang mengedepankan dialog dan kerjasama antarnegara, serta menghindari penggunaan kekuatan yang merugikan umat manusia.
Melalui kehadirannya di Hiroshima dan Nagasaki, Indonesia tidak hanya menegaskan posisinya sebagai negara yang pro-perdamaian, tetapi juga mengajak seluruh dunia untuk bertindak. Dalam usaha mencapai dunia yang bebas dari senjata nuklir, tantangan akan selalu ada, akan tetapi langkah-langkah kecil yang diambil saat ini dapat menciptakan momentum perubahan yang lebih besar di masa depan.
KBRI Tokyo, dengan aktif berpartisipasi dalam peringatan tersebut, mengedepankan semangat solidaritas internasional yang sangat diperlukan untuk menciptakan dunia yang aman dan damai. Oleh karena itu, dukungan dan partisipasi dari seluruh negara di dunia sangat penting agar visi ini dapat terwujud dan terdengar di seluruh penjuru bumi.