Di tengah konflik berkepanjangan di Gaza, sebuah investigasi mengungkapkan fakta mencengangkan mengenai penderitaan anak-anak di kawasan tersebut. BBC World Service mengumpulkan bukti dari lebih dari 160 kasus penembakan anak-anak oleh pasukan Israel, di mana 95 di antaranya mengalami tembakan di bagian vital seperti kepala atau dada. Rata-rata usia korban tersebut sangat muda, sebagian besar di bawah 12 tahun, menciptakan gambaran mengerikan tentang dampak perang terhadap generasi masa depan Palestina.
Penyelidikan ini menyingkap kenyataan pahit bahwa sejumlah anak ditembak saat mereka melarikan diri dari arena pertempuran. Ironisnya, banyak di antara mereka juga ditembak ketika sedang bermain di luar tenda di zona kemanusiaan, serta beberapa lainnya bahkan berada di wilayah yang telah ditetapkan oleh Angkatan Pertahanan Israel sebagai koridor evakuasi. Situasi ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai prosedur yang diterapkan oleh pasukan keamanan Israel dan apakah tindakan mereka sesuai dengan hukum internasional yang mengatur perlunya perlindungan bagi warga sipil, terutama anak-anak, dalam situasi konflik bersenjata.
Dalam sebuah rekaman video yang dipublikasikan oleh media Israel pada April lalu, tampak seorang komandan militer Israel menginstruksikan pasukannya untuk menembak siapa saja yang terlihat. Ini menambah deretan tindakan yang dinilai melanggar hak asasi manusia dan menyoroti situasi genting yang dihadapi warga Gaza, khususnya anak-anak yang seharusnya dilindungi dari kekerasan. Organisasi hak asasi manusia, seperti B’Tselem dan Physicians for Human Rights-Israel, mengajukan penilaian bahwa tindakan Israel di Gaza bukan sekadar serangan militer, tetapi dapat dikategorikan sebagai genosida. Mereka mencatat penghancuran sistematis masyarakat Palestina serta pembongkaran sistem kesehatan di wilayah tersebut dengan tujuan yang tampak jelas untuk melemahkan kapasitas bertahan hidup penduduk.
Sejak 7 Oktober 2023, militer Israel melancarkan serangan brutal di Gaza, menolak seruan internasional untuk menghentikan kekerasan. Serangan ini telah mengakibatkan lebih dari 60.000 warga Palestina tewas. Selain itu, situasi yang semakin memburuk disebabkan oleh pengeboman yang tanpa henti, blokade yang ketat, dan pendistribusian bantuan yang sangat tidak memadai. Semua ini semakin menghancurkan infrastruktur kesehatan yang sudah rapuh di Gaza dan mendorong banyak orang ke dalam jurang kelaparan.
Dalam konteks hukum internasional, situasi ini tidak luput dari perhatian lembaga peradilan internasional. Pada November lalu, Mahkamah Pidana Internasional mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap pemimpin Israel, Benjamin Netanyahu, dan mantan Kepala Pertahanan, Yoav Gallant, atas tuduhan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang berkaitan dengan konflik di Gaza. Selain itu, Israel kini juga dihadapkan pada gugatan genosida di Mahkamah Internasional, sebuah langkah yang mencerminkan ketidakpuasan global terhadap tindakan yang dianggap melanggar hak asasi manusia dan instrumen hukum internasional.
Di tengah ketidakpastian ini, perlu dicatat bahwa situasi di Gaza terus menunjukkan gambaran suram tentang nasib anak-anak yang tidak memiliki kontrol atas situasi yang terjadi. Dalam banyak kasus, anak-anak tidak hanya menjadi korban kekerasan langsung, tetapi juga mengalami dampak jangka panjang dari konflik—trauma psikologis, hilangnya pendidikan, dan kehampaan emosional. Ini adalah realitas yang menyedihkan, mengingat setiap generasi seharusnya memiliki hak untuk hidup dalam damai dan merasa aman di rumahnya sendiri.
Dukungan internasional untuk permohonan gencatan senjata semakin dibutuhkan, mengingat situasi yang telah mencapai titik kritis. Perlindungan terhadap anak-anak, serta upaya untuk menghentikan siklus kekerasan dan mencari jalan damai yang berkelanjutan, adalah langkah-langkah yang sangat mendesak untuk dilakukan. Seiring lembaga-lembaga internasional dan negara-negara di seluruh dunia menyaksikan keadaan yang semakin memburuk, pertanyaan mendasar tetap ada: kapan keadilan dan kedamaian akan datang bagi mereka yang telah menderita begitu lama? Musim konflik yang terus berlanjut ini bukan hanya masalah politik, tetapi juga persoalan kemanusiaan yang mendalam dan mendesak perhatian serta aksi dari seluruh masyarakat global.