Negara-Negara Barat Tolak Rencana Israel Menduduki Kota Gaza

by -11 Views
[keyword]bitcoin[/keyword]

Pada 8 Agustus 2025, Kabinet Keamanan Israel menyetujui rencana Perdana Menteri Benjamin Netanyahu untuk sepenuhnya menguasai Kota Gaza, langkah yang memicu kecaman keras dari berbagai negara dan organisasi internasional. Rencana ini dipandang sebagai eskalasi signifikan dalam konflik yang telah berlangsung lama antara Israel dan Palestina, dengan potensi dampak kemanusiaan yang serius.

Australia, Jerman, Italia, Selandia Baru, dan Inggris secara tegas menolak rencana tersebut. Dalam pernyataan bersama, para Menteri Luar Negeri kelima negara itu menegaskan bahwa operasi militer Israel akan memperburuk situasi kemanusiaan yang sudah sangat parah, membahayakan nyawa para sandera, dan meningkatkan risiko pengungsian massal warga sipil. Mereka juga menilai bahwa rencana tersebut berpotensi melanggar hukum humaniter internasional dan menegaskan bahwa setiap upaya aneksasi atau perluasan permukiman melanggar hukum internasional. Para Menteri Luar Negeri tersebut menyerukan gencatan senjata segera dan permanen yang memungkinkan pemberian bantuan kemanusiaan besar-besaran, cepat, dan tanpa hambatan, mengingat skenario terburuk berupa kelaparan yang kini tengah terjadi di Gaza. Mereka juga menegaskan komitmen terhadap pelaksanaan solusi dua negara yang disepakati melalui negosiasi, yang mencakup demiliterisasi total Hamas dan pengecualian penuh kelompok itu dari bentuk pemerintahan apa pun di Jalur Gaza.

Reaksi keras juga datang dari dalam negeri Israel. Yair Lapid, pemimpin oposisi, menyebut keputusan tersebut sebagai “bencana yang akan berujung pada banyak bencana lainnya” dan memperingatkan bahwa hal itu akan menyebabkan malapetaka kemanusiaan yang belum pernah terjadi sebelumnya di wilayah kantong tersebut. Selain itu, keluarga para sandera yang diculik oleh Hamas mengadakan protes di depan kediaman Netanyahu, menuduhnya tidak peduli dengan nasib para sandera. Bahkan, beberapa segmen dari Angkatan Bersenjata Israel menunjukkan keraguan terhadap rencana tersebut, dengan alasan bahwa langkah itu dapat membahayakan nyawa para sandera.

Di tingkat internasional, Sekretaris Jenderal PBB António Guterres menyatakan keprihatinannya yang mendalam terhadap keputusan Israel untuk mengambil alih Kota Gaza, menyebutnya sebagai eskalasi berbahaya yang berisiko memperburuk konsekuensi kemanusiaan bagi jutaan warga Palestina. Guterres kembali mendesak untuk mencapai gencatan senjata permanen dan memastikan akses bantuan kemanusiaan yang tidak terbatas ke Gaza. Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen juga mengkritik keras langkah Israel, menyerukan agar negara tersebut mempertimbangkan kembali keputusan untuk memperluas operasi militernya di Gaza dan memastikan pembebasan semua sandera yang ditahan dalam kondisi tidak manusiawi.

Selain itu, Liga Arab mengecam rencana Israel untuk mendirikan “Kota Kemanusiaan” di Gaza, menilai bahwa langkah tersebut bertentangan dengan nilai-nilai peradaban dan prinsip kemanusiaan, serta mencerminkan kemunduran etika dari okupasi. Liga Arab menekankan bahwa rencana tersebut mengungkap niat Israel untuk melanjutkan kegiatan “pembersihan etnis,” menduduki kembali Jalur Gaza, dan berpotensi membuka jalan bagi pembangunan permukiman. Organisasi ini menyerukan kepada komunitas internasional untuk secara tegas menentang rencana-rencana yang tidak manusiawi semacam itu dan menekankan perlunya kesepakatan gencatan senjata sesegera mungkin.

Sementara itu, negara-negara seperti Yordania dan Iran juga menegaskan penolakan mereka terhadap rencana Israel. Kementerian Luar Negeri Yordania menegaskan bahwa keputusan tersebut merupakan kelanjutan dari pelanggaran serius Israel terhadap hukum internasional dan hukum kemanusiaan internasional, serta merusak hak rakyat Palestina untuk mendirikan negara merdeka mereka. Iran menegaskan bahwa mereka tidak setuju dengan pengusiran orang Palestina dan telah mengomunikasikan hal ini melalui berbagai saluran.

Di sisi lain, Jerman, yang selama ini menjadi salah satu sekutu utama Israel, mengambil langkah signifikan dengan mengumumkan larangan ekspor senjata yang dapat digunakan di Gaza. Langkah ini menandai perubahan signifikan dalam kebijakan Jerman, yang sebelumnya dikenal memiliki hubungan erat dengan Israel. Kanselir Jerman Friedrich Merz menyatakan bahwa keputusan tersebut diambil sebagai respons terhadap eskalasi konflik dan dampak kemanusiaan yang ditimbulkan.

Secara keseluruhan, rencana Israel untuk menduduki Kota Gaza telah memicu reaksi keras dari berbagai negara dan organisasi internasional. Kecaman tersebut menyoroti kekhawatiran mendalam tentang dampak kemanusiaan dari tindakan tersebut dan menekankan pentingnya mencari solusi damai yang menghormati hak-hak rakyat Palestina dan mematuhi hukum internasional.