Pemerintah Indonesia menghadapi tantangan signifikan dalam menjaga stabilitas harga beras, terutama beras premium, yang telah mengalami kenaikan harga yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Anggota Ombudsman Republik Indonesia, Yeka Hendra Fatika, menyoroti bahwa kebijakan Harga Eceran Tertinggi beras premium tidak efektif dalam menstabilkan harga dan justru menekan masyarakat kecil yang berbelanja di pasar tradisional.
Menurut data yang ada, harga beras premium telah meningkat secara signifikan sejak November 2022, dengan harga eceran beras premium yang telah melebihi HET yang ditetapkan pemerintah. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan HET tidak mampu mengendalikan harga beras di pasar.
Selain itu, Yeka juga menyoroti ketimpangan distribusi beras antara pasar modern dan tradisional. Kebijakan HET beras premium hanya berlaku di pasar modern, sementara di pasar tradisional, tidak ada beras yang dilabel sebagai beras premium sesuai dengan HET yang ditetapkan pemerintah.
Oleh karena itu, Ombudsman RI mengusulkan agar pemerintah segera mencabut kebijakan HET beras premium dan membiarkan mekanisme pasar berfungsi secara fleksibel. Sebagai gantinya, Ombudsman mendorong penerapan HET gabah di tingkat penggilingan padi untuk mengendalikan harga gabah di tingkat petani. Penerapan HET gabah ini perlu dievaluasi secara berkala untuk memastikan efektivitasnya dalam menstabilkan harga beras.
Selain itu, Ombudsman RI juga mendorong pemerintah untuk segera melepaskan cadangan beras yang dimiliki oleh Perum Bulog ke pasar guna memastikan ketersediaan beras bagi masyarakat. Beras yang ada di gudang Bulog sebagian sudah berumur lebih dari satu tahun, sehingga berpotensi menurunkan kualitasnya. Ombudsman juga menyarankan penyesuaian penerbitan Peraturan Badan Pangan Nasional Nomor 2 Tahun 2023 tentang Persyaratan Mutu dan Label Beras agar harmonis dengan SNI 6128/2020, sehingga tidak menghambat distribusi beras di pasar.
Pemerintah juga telah mengambil langkah tegas terhadap praktik beras oplosan dan penjualan beras yang tidak sesuai dengan standar mutu. Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman, menegaskan bahwa jika produsen dan pedagang tidak segera melakukan penyesuaian, Satgas Pangan akan mengambil langkah hukum sesuai ketentuan yang berlaku. Langkah ini diambil untuk menjaga keadilan dan transparansi dalam pasar pangan nasional serta melindungi konsumen dari kerugian yang dapat mencapai Rp99 triliun per tahun akibat praktik curang tersebut.
Dengan berbagai langkah tersebut, diharapkan stabilitas harga beras dapat terjaga, ketersediaan beras bagi masyarakat terjamin, dan kesejahteraan petani dapat meningkat. Pemerintah perlu terus melakukan evaluasi dan penyesuaian kebijakan secara berkala untuk memastikan efektivitasnya dalam menghadapi dinamika pasar beras yang terus berubah.