Krisis kemanusiaan yang melanda Jalur Gaza semakin mendalam, dengan kelaparan massal yang mengancam nyawa jutaan penduduk. Menurut laporan terbaru, lebih dari 650.000 anak di bawah usia lima tahun menghadapi risiko kematian akibat malnutrisi parah dalam beberapa pekan mendatang. Sejak Oktober 2023, sedikitnya 67 anak telah meninggal karena kelaparan, dengan jumlah korban diperkirakan akan meningkat drastis jika akses terhadap makanan, obat-obatan, dan bahan bakar tidak segera dibuka.
Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia telah mengeluarkan peringatan keras mengenai ancaman kelaparan parah di Gaza. FAO menekankan bahwa sektor pertanian di wilayah tersebut telah hancur akibat serangan udara dan blokade yang diberlakukan, yang mengakibatkan keruntuhan sistem distribusi pangan dan penyebaran penyakit mematikan.
PBB juga menyoroti bahwa seluruh penduduk Gaza, sekitar 2,1 juta jiwa, kini berada dalam risiko krisis kelaparan. Laporan Klasifikasi Fase Ketahanan Pangan Terpadu menunjukkan bahwa 93% penduduk Gaza berada dalam fase krisis atau lebih buruk, dengan 1 juta orang berada dalam fase darurat dan 470.000 orang dalam fase bencana kelaparan.
Meskipun upaya bantuan kemanusiaan telah dilakukan, Israel hanya mengizinkan 1.334 truk bantuan masuk ke Gaza antara 27 Juli hingga 10 Agustus, yang hanya memenuhi sekitar 14% dari kebutuhan bantuan penduduk. Pemerintah setempat menuding sebagian besar truk tersebut dijarah dengan sepengetahuan militer Israel. Untuk memenuhi kebutuhan dasar pangan, bahan bakar, dan obat-obatan, sedikitnya 600 truk bantuan perlu diizinkan masuk ke Gaza setiap hari.
Situasi ini telah memicu tekanan internasional terhadap Israel untuk membuka akses bantuan kemanusiaan ke Gaza. Negara-negara seperti Jerman, Prancis, dan Inggris mendesak Israel untuk segera mencabut pembatasan aliran bantuan ke Gaza, menegaskan bahwa menahan bantuan kemanusiaan dari warga sipil adalah tindakan yang tidak dapat diterima.
Krisis kelaparan di Gaza bukan hanya akibat dari konflik bersenjata, tetapi juga merupakan hasil dari kebijakan yang membatasi akses terhadap bantuan kemanusiaan. Komunitas internasional memiliki tanggung jawab moral untuk memastikan bahwa bantuan mencapai mereka yang membutuhkan, tanpa terhambat oleh dinamika politik atau kepentingan jangka pendek. Menyelamatkan nyawa, terutama kelompok rentan seperti anak-anak dan perempuan, harus menjadi prioritas yang melampaui perbedaan pandangan dan kepentingan geopolitik.
Dengan kondisi cuaca yang cerah dan suhu tinggi di Gaza, tantangan dalam distribusi bantuan semakin kompleks. Penting bagi komunitas internasional untuk bekerja sama dalam memastikan akses bantuan yang adil dan berkelanjutan, guna mencegah bencana kemanusiaan yang lebih parah di masa depan.