Pedagang Pasar Burung Barito Tuntut Kejelasan Relokasi ke Anies Baswedan

by -15 Views
[keyword]bitcoin[/keyword]

Di tengah hiruk-pikuk rencana relokasi pasar, Ketua Paguyuban Pedagang Pasar Burung Barito, Karno, yang berusia 64 tahun, mengungkapkan kekecewaannya atas kurangnya respons dari pemerintah DKI Jakarta. Karno menjelaskan bahwa ia pernah menyampaikan aduan langsung kepada Gubernur Anies Baswedan mengenai penataan ulang tempat berdagang mereka. Anies mengkonfirmasi akan meneruskan keluhan itu kepada Wakil Gubernur DKI Jakarta, Rano Karno. Namun, hingga saat ini, Harno merasa belum mendapatkan jawaban yang memadai.

Dalam pernyataannya, Karno menekankan pentingnya perhatian pemerintah terhadap isu-isu yang dihadapi para pedagang kecil seperti mereka. “Saya sempat ngobrol sama Pak Anies, katanya dia bakal ngomong ke Pak Wagub, tapi sampai sekarang belum ada respons lagi,” ucapnya saat ditemui di lokasi pasar pada Minggu. Rasa frustrasi ini semakin mendalam mengingat mereka harus mengosongkan kios pada hari tersebut, namun sebagian besar pedagang memilih untuk tetap bertahan, melanjutkan aktivitas harian mereka.

Meskipun tidak ada bantuan langsung dari Anies Baswedan, pedagang merasa beruntung karena memperoleh dukungan dari sekelompok tim advokat. Mereka datang untuk memberikan bantuan hukum, mengurus dokumen, dan menyusun strategi. “Kami beruntung bisa bertemu dengan teman-teman advokat ini. Mereka langsung urus semuanya, dokumen surat-suratnya. Dan dicoba dibantu juga sama Pak Dewan August Hamonongan,” tambah Karno menjelaskan tentang solidaritas yang mereka rasakan.

Sebelum mengetahui rencana relokasi yang pasti, para pedagang sudah menikmati pasar burung Barito sebagai tempat usaha mereka selama bertahun-tahun. Namun, kini mereka dihadapkan pada situasi yang memaksa mereka untuk mengosongkan lokasi, sementara pemerintah belum menunjukkan kesiapan untuk menyediakan lokasi baru yang memadai. Pemerintah Kota Jakarta Selatan telah menawarkan beberapa alternatif, seperti Pasar PD Jaya dan kawasan Lenteng Agung, namun tawaran itu mendapat tanggapan negatif dari para pedagang.

Banyak di antara mereka yang merasa lokasi baru tersebut tidak sesuai untuk menjual hewan dan perlengkapan yang mereka tawarkan. “Pasar PD Jaya tidak cocok untuk berjualan hewan. Sedangkan di Lenteng Agung, lahan yang ditawarkan masih berupa tanah kosong yang ditumbuhi rumput liar,” terang Karno, menekankan bahwa para pedagang membutuhkan tempat yang dapat mendukung kegiatan usaha mereka secara optimal.

Kondisi ini menciptakan ketidakpastian yang semakin mengganggu para pedagang, yang sebagian besar bergantung pada pendapatan dari kios mereka. Dalam menghadapi ancaman kehilangan mata pencaharian, solidaritas di antara pedagang tampak kuat. Mereka saling mendukung dan berbagi informasi mengenai langkah-langkah yang harus diambil, sekaligus terus berusaha untuk mendesak pemerintah agar memberikan solusi yang lebih baik dan sesuai untuk kebutuhan mereka.

Suasana di pasar Barito pada hari itu terlihat mencerminkan semangat yang tak tergoyahkan dari para pedagang. Mereka melanjutkan aktivitas jual beli seperti biasa, meskipun dengan hati yang berat, dan harapan akan penyelesaian masalah yang layak masih ada. Diskusi di antara mereka berlanjut, merencanakan langkah-langkah ke depan untuk memastikan masa depan usaha mereka tetap terjamin.

Banyak dari mereka yang berharap pertemuan dengan pihak pemerintah atau wakil rakyat dapat segera terwujud agar aspirasi mereka didengar. Dalam situasi serupa, dukungan dari masyarakat dan pengacara menjadi harapan besar bagi para pedagang, yang kini berjuang untuk mempertahankan hak mereka atas tempat mencari nafkah. Keberanian para pedagang untuk bertahan di pasar kala menghadapi situasi sulit ini menunjukkan betapa pentingnya pasar tersebut, tidak hanya sebagai tempat berdagang, tetapi juga sebagai bagian dari jati diri mereka. Mereka tidak hanya berjuang untuk tempat berjualan, tetapi juga untuk keberlangsungan kehidupan yang lebih baik di masa depan.