Wakil Menteri Luar Negeri Indonesia, Arif Havas Oegroseno, baru-baru ini menggarisbawahi pentingnya peran pemerintah dalam memulai dan mengembangkan kecerdasan buatan di tanah air. Dalam sebuah simposium yang diselenggarakan oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional di Jakarta, Havas menekankan bahwa pemerintah memiliki kapasitas untuk mendanai riset dan inovasi, yang sangat penting untuk memfasilitasi pengembangan algoritma AI.
Ia mengemukakan bahwa jika pemerintah mampu menyatukan para ahli untuk berkolaborasi dalam pengembangan ini, maka pelaku industri, termasuk pengembang gim, akan lebih mudah untuk berkontribusi dalam fase berikutnya. Havas juga berbagi pengalamannya ketika berbincang dengan para pengembang gim di Indonesia tentang potensi yang bisa dihadirkan oleh AI dalam industri kreatif. Meskipun Indonesia dikenal memiliki ekosistem gim yang robust, dengan ratusan perusahaan yang memberikan layanan pengembangan untuk pasar lokal dan global, banyak pengembang merasa terhambat dalam membangun AI.
Dalam diskusi tersebut, pengembang gim menyatakan bahwa kendala bukanlah terletak pada kemampuan teknis mereka, melainkan pada keterbatasan dana dan waktu. Havas menjelaskan bahwa para pengembang tersebut lebih memilih untuk fokus pada pengembangan gim yang secara langsung dapat mendatangkan pendapatan. Hal ini menunjukkan bahwa rasa urgensi untuk menghasilkan keuntungan jangka pendek sering kali mengalahkan peluang untuk berinvestasi dalam inovasi jangka panjang seperti AI.
Lebih lanjut, Havas mencatat bahwa pengembangan AI memerlukan lebih dari sekadar keahlian teknis; dibutuhkan komitmen yang kuat, waktu, dan investasi yang berkelanjutan. Ia meyakini bahwa pemerintah harus menjadi motor penggerak dalam memulai inovasi nasional ini. Komitmen dari lembaga-lembaga pemerintah sangat diperlukan untuk menyokong para pengembang dan peneliti di bidang AI agar bisa mengeksplorasi potensi penuhnya.
Melalui simposium bertajuk “Exploring the Global South,” yang merupakan bagian dari agenda PARETO 2025, Havas berharap dapat menciptakan sinergi antara akademisi, ekonom, dan pembuat kebijakan dari berbagai negara di Asia, Afrika, serta Timur Tengah. Forum ini bertujuan untuk membentuk jaringan penelitian dan berbagi pengetahuan yang kuat dan berkelanjutan. Kehadiran perwakilan dari negara-negara BRICS dan ASEAN menjadi momentum penting untuk memperkuat solidaritas regional dan kerja sama dalam membangun masa depan yang lebih baik.
Havas menekankan lagi bahwa pengembangan AI bukan hanya soal akses finansial, tetapi juga dedikasi waktu yang dibutuhkan untuk mengeksplorasi dan menciptakan teknologi baru. Banyak pengembang merasa dibatasi oleh kebutuhan untuk menghasilkan pendapatan segera, sehingga waktu dan sumber daya mereka terfokus pada pengembangan produk yang lebih langsung aktif. Dalam konteks ini, pemerintah perlu menciptakan lingkungan yang kondusif untuk riset dan inovasi yang akan mendorong pertumbuhan sektor ini dengan lebih baik.
Dalam wawancara, Havas juga menyoroti bagaimana kolaborasi antara sektor publik dan swasta dapat menciptakan peluang baru bagi pengembangan AI. Dengan dukungan yang tepat, Indonesia dapat memperkuat posisi sebagai salah satu pusat inovasi di wilayahnya, sekaligus menjawab tantangan industri 4.0 yang semakin meningkat. Masyarakat diharapkan untuk melihat AI tidak hanya sebagai teknologi, tetapi sebagai alat untuk menciptakan nilai tambah dan memajukan pembangunan sosial dan ekonomi di Indonesia.
Seiring dengan pertumbuhan yang pesat di sektor teknologi, kini saatnya bagi pemerintah dan industri untuk bersama-sama merancang strategi cerdas yang bisa memaksimalkan potensi AI. Havas percaya bahwa jika langkah-langkah ini diambil, Indonesia dapat mempercepat transformasi digital yang dapat memengaruhi banyak sektor, mulai dari pendidikan hingga kesehatan, hingga industri kreatif. Inisiatif semacam ini bukan hanya akan memperkuat posisi Indonesia di peta global, tetapi juga memberi dampak positif bagi masyarakat luas.