Penjualan mobil di Indonesia selama tahun ini mengalami penurunan yang signifikan. Hal ini terjadi di tengah tantangan ekonomi yang sedang melanda, ditambah dengan melemahnya daya beli masyarakat. Walaupun kondisi ini tengah dihadapi, pemerintah optimis bahwa masyarakat akan kembali berbelanja mobil baru dalam waktu dekat.
Menurut data yang dikumpulkan dari Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia, penjualan mobil melalui sistem wholesales—yang berarti distribusi dari pabrik ke dealer—pada paruh pertama tahun 2025 tercatat sebanyak 374.740 unit. Angka ini menunjukkan penurunan sebesar 8,6 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Sementara itu, untuk retail sales—penjualan dari dealer ke konsumen—juga menunjukkan tren penurunan dengan angka 390.467 unit, yang turunnya mencapai 9,7 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Penyusutan penjualan ini menggambarkan keadaan ekonomi yang masih belum pulih, dengan daya beli masyarakat yang semakin menurun.
Dalam konteks pembukaan pameran otomotif GIIAS 2025 di ICE, BSD, Tangerang, Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita, mengungkapkan keyakinannya terhadap potensi pasar otomotif Indonesia. Menurutnya, meskipun saat ini masyarakat menghadapi kesulitan ekonomi dan daya beli rendah, hal ini tidak akan bertahan lama. Ia mendorong pelaku industri untuk tetap percaya akan pasar Indonesia.
Agus menggarisbawahi bahwa meskipun rasio kepemilikan kendaraan bermotor di Indonesia masih tergolong rendah, hal ini justru mencerminkan potensi besar bagi pertumbuhan pasar otomotif di masa depan. Data terbaru menunjukkan bahwa rasio kepemilikan kendaraan di Indonesia adalah 99 unit per 1.000 orang. Angka ini jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan negara-negara lain di ASEAN, seperti Malaysia yang mencapai 490 unit, Thailand dengan 275 unit, dan Singapura yang mencatat 211 unit per 1.000 orang.
Menariknya, meskipun rasio kepemilikan relatif rendah, Indonesia tetap mencatatkan diri sebagai negara dengan penjualan alat transportasi terbesar di kawasan ASEAN. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun keadaan saat ini mungkin kurang menggembirakan, pasar otomotif Indonesia memiliki potensi untuk tumbuh signifikan dalam jangka panjang.
Agus juga menekankan pentingnya kepercayaan masyarakat terhadap industri otomotif. Ia menilai bahwa konsumen akan kembali memprioritaskan pembelian kendaraan, terutama ketika kondisi ekonomi membaik dan daya beli masyarakat pulih. Beliau juga menyatakan bahwa industri otomotif masih memiliki kesempatan untuk mengembangkan berbagai inovasi dan teknologi baru yang dapat menarik perhatian konsumen.
Kendati tantangan yang dihadapi saat ini cukup berat, banyak pengamat industri percaya bahwa dengan strategi pemasaran yang tepat dan penyesuaian produk yang sesuai dengan kebutuhan pasar, industri otomotif di Indonesia tidak hanya akan bertahan, tetapi juga mampu beradaptasi dan berkembang.
Di masa depan, momentum pemulihan diharapkan dapat diiringi dengan program-program pemerintah yang mendukung perkembangan sektor otomotif. Investasi dalam infrastruktur dan dukungan untuk produsen lokal juga menjadi hal penting untuk memupuk kepercayaan konsumen. Masyarakat akan kembali memiliki peluang untuk menikmati kendaraannya, dan diharapkan dapat membawa dampak positif bagi perekonomian secara keseluruhan.
Melihat ke depan, industri otomotif Indonesia berpotensi untuk tidak hanya bangkit dari keterpurukan saat ini, tetapi juga menjadi salah satu sektor yang mampu mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Kebangkitan ini tentu memerlukan sinergi antara pemerintah, pelaku industri, dan masyarakat untuk menciptakan ekosistem yang mendukung perkembangan industri otomotif yang lebih baik di hari-hari mendatang.