Pada Minggu, 27 Juli 2025, di Jakarta Pusat, Dewan Pimpinan Pusat Kudatuli mengadakan peringatan di kantor DPP PDI-P di Jalan Diponegoro. Acara ini menjadi momen penting untuk mengenang peristiwa tragis Kudatuli yang terjadi pada 1996, di mana bentrokan berdarah tersebut mengakibatkan lima orang meninggal dunia, 149 orang mengalami luka-luka, dan 23 orang dinyatakan hilang.
Di halaman kantor partai, para peserta peringatan menggelar tabur bunga sebagai penghormatan kepada para korban. Acara tersebut dihadiri oleh sejumlah elite partai dan keluarga para korban, menciptakan suasana haru yang mendalam. Di antara yang hadir terlihat nama-nama seperti Ribka Tjiptaning, Bonnie Triyana, Sadarestuwati, Wiryanti Sukamdani, Ronny Talapessy, Deddy Sitorus, Yoseph Aryo Adhi Darmo, dan Yuke Yurike, menunjukkan solidaritas dan rasa kepedulian yang tinggi terhadap sejarah dan perjuangan partai.
Dalam sambutannya, Ribka Tjiptaning mengingatkan kembali kepada seluruh hadirin mengenai betapa pentingnya mengenang peristiwa Kudatuli sebagai bagian dari sejarah panjang perjuangan partai dalam melawan represi rezim Orde Baru. Ia menekankan bahwa tragedi ini bukan sekadar catatan hitam, melainkan juga menjadi momentum kebangkitan rakyat Indonesia untuk bersuara dan melawan ketidakadilan. Dengan tegas, Ribka menyampaikan bahwa peristiwa tersebut telah menjadi pelajaran berharga yang harus dipahami generasi mendatang agar tidak terulang kembali.
Rangkaian peristiwa Kudatuli terjadi saat upaya pengambilalihan paksa kantor DPP PDI di Jalan Diponegoro 58, yang menandai salah satu titik balik penting dalam sejarah politik Indonesia. Gerakan ini bukan hanya melawan aksi represif pemerintah saat itu, tetapi juga mencerminkan semangat masyarakat yang mendambakan kebebasan dan keadilan. Momen tersebut mengingatkan kita bahwa perjuangan politik di Indonesia tidak pernah lepas dari berbagai tantangan, termasuk pengorbanan yang harus dibayar dengan darah.
Kenangan akan Kudatuli menjadi simbol perjuangan demokrasi dan hak asasi manusia di tanah air. Setiap tahun, kegiatan peringatan ini bukan hanya berlangsung sebagai ritual belaka, tetapi menjadi panggilan untuk selalu mengingat dan menghormati mereka yang telah berjuang untuk keadilan. Ribka juga menambahkan bahwa penting bagi masyarakat untuk terus mengingat sejarah agar dapat menciptakan masa depan yang lebih baik, bebas dari kekerasan dan penindasan.
Selain itu, beberapa anggota partai ikut memperlihatkan komitmennya untuk menuntaskan aspirasi yang ditinggalkan oleh para pendahulu itu. Insiden yang terjadi di Kudatuli telah membuat banyak orang berpikir keras tentang bagaimana politik dapat berfungsi lebih baik untuk rakyat, menciptakan kesadaran kolektif bahwa suara rakyat perlu didengar dan dihargai.
Peristiwa Kudatuli tidak dapat dilupakan begitu saja. Mengenangnya adalah sebuah tindakan penghormatan kepada mereka yang telah berjuang dan berkorban. Selain itu, acara ini merupakan pengingat bahwa perjalanan menuju demokrasi di Indonesia harus terus diperjuangkan dan dilanjutkan oleh generasi-generasi berikutnya. Dalam suasana reflektif ini, semua yang hadir sepakat bahwa perjuangan untuk keadilan, kesejahteraan, dan kebebasan adalah tanggung jawab bersama yang harus diemban oleh seluruh elemen masyarakat.
Dengan kembali melihat ke belakang, setiap tahun para anggota partai terus berupaya menjalin ikatan kuat antara sejarah dan tindakan di masa kini. Peringatan Kudatuli bukan hanya untuk mengenang yang hilang, tetapi juga untuk menggerakkan semangat dan memperkuat komitmen dalam menjalankan visi dan misi partai ke depan. Dengan harapan yang tinggi, para peserta berdoa agar tidak ada lagi tragedi serupa yang akan menimpa bangsa ini, dan agar rakyat Indonesia terus berjuang untuk haknya dengan cara yang damai dan bermartabat.