Perdana Menteri Malaysia, Anwar Ibrahim, baru-baru ini mengumumkan bahwa perundingan mengenai batas maritim Laut Sulawesi dengan Indonesia akan dilanjutkan pada tanggal 29 Juli 2025. Kegiatan ini akan diadakan di Jakarta. Dalam sesi tanya jawab yang berlangsung di Dewan Rakyat di Kuala Lumpur, Anwar menekankan pentingnya pertemuan ini, yang akan melibatkan perwakilan dari kerajaan Sarawak dan Sabah. Dia menjelaskan bahwa partisipasi kedua wilayah tersebut sangat diperlukan, mengingat perundingan mengenai batas maritim ini memerlukan kesepakatan dari pemerintah lokal.
Anwar menyatakan bahwa dalam pertemuan yang akan datang, perwakilan Sarawak dan Sabah akan menyampaikan pandangan dan pendapat mereka terkait wilayah dan teritorial yang menjadi pokok bahasan. Menurutnya, setiap pertemuan resmi yang melibatkan negara sahabat, seperti Singapura atau Indonesia, selalu melibatkan pemimpin dari Sarawak dan Sabah agar keputusan yang diambil mencerminkan perspektif seluruh pihak yang berkepentingan. Hal ini menunjukkan komitmen Anwar untuk memastikan bahwa semua suara didengar dan diakomodasi dalam diskusi menjelang perundingan.
Dalam sesi tersebut, anggota Dewan Rakyat bertanya tentang kemungkinan adanya diskusi mengenai Laut Sulawesi saat kunjungan Presiden Indonesia Prabowo Subianto ke Malaysia sebelumnya. Anwar menjawab bahwa Prabowo telah melakukan kunjungan ke Malaysia sebanyak empat kali, namun tidak semuanya berkaitan langsung dengan isu maritim. Kunjungan tersebut lebih bersifat informal, dengan agenda utama sebagai pertemuan santai antara dua pemimpin negara. Dia menambahkan bahwa hingga saat ini, belum ada persetujuan atau kesepakatan apa pun yang dibuat mengenai batas maritim Laut Sulawesi.
Pernyataan Anwar ini menegaskan bahwa Malaysia berkomitmen untuk menjalani dialog konstruktif dengan Indonesia. Dia menggarisbawahi pentingnya komunikasi dalam menyelesaikan isu-isu yang dapat menimbulkan ketegangan. Anwar juga menekankan bahwa Malaysia memegang prinsip yang tegas dalam setiap perundingan, sambil tetap menjaga hubungan baik dengan Indonesia, yang dianggapnya sebagai negara sahabat.
Pada kesempatan yang sama, Anwar juga menjelaskan tentang sengketa yang berkaitan dengan Blok ND6 dan ND7, yang sering dikenal dengan sebutan Blok Ambalat. Malaysia tetap berpegang pada peta yang diterbitkan pada tahun 1979 serta keputusan Mahkamah Internasional mengenai Pulau Sipadan dan Ligitan. Dalam hal ini, Anwar menunjukkan optimisme dan semangat yang sama seperti yang dimiliki oleh para pemimpin Malaysia sebelumnya, yaitu berusaha menghindari ketegangan di wilayah yang menjadi sengketa.
Penting untuk dicatat bahwa hubungan antara Malaysia dan Indonesia memiliki akar historis yang mendalam, dan kedua negara telah lama berbagi banyak aspek budaya, ekonomi, dan sosial. Oleh karena itu, dialog seperti yang direncanakan pada 29 Juli mendatang sangat penting, tidak hanya untuk menyelesaikan isu maritim, tetapi juga untuk memperkuat ikatan antara dua negara yang bertetangga ini.
Di tengah dinamika politik dan pergeseran geopolitik yang terjadi di kawasan, perundingan ini bisa menjadi langkah awal yang penting untuk menciptakan stabilitas dan perdamaian di Laut Sulawesi. Anwar telah menunjukkan komitmen untuk tetap terbuka dan transparan dalam melaksanakan perundingan ini, dan berharap agar kesepakatan yang dicapai dapat bermanfaat bagi semua pihak yang terlibat.
Sikap positif yang diambil oleh Anwar terhadap penyelesaian damai ini mencerminkan keinginan bersama untuk menghindari konflik dan membangun kerjasama lebih erat dengan Indonesia, serta menjadi model bagi penyelesaian sengketa-serupa di kawasan lainnya.