Dalam era digital saat ini, perkembangan teknologi kecerdasan buatan semakin pesat dan membawa dampak signifikan bagi berbagai sektor. Di Indonesia, meskipun telah diimplementasikannya Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi yang bertujuan untuk melindungi data pribadi masyarakat, faktanya regulasi yang secara spesifik mengatur penggunaan AI masih belum ada. Kementerian Komunikasi dan Digital telah merilis draf pedoman etika dalam penggunaan AI, namun sifatnya masih bersifat non-mandatori. Ini menimbulkan kekhawatiran tersendiri mengingat AI semakin banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari, baik oleh perusahaan maupun individu.
Hendry, seorang pakar di bidang keamanan siber, menegaskan pentingnya tanggung jawab etis yang harus dipikul oleh perusahaan yang menggunakan teknologi ini. Dalam situasi di mana belum ada regulasi yang tegas, perusahaan harus proaktif dalam memastikan bahwa sistem AI yang mereka terapkan mematuhi prinsip-prinsip transparansi, keamanan, dan akuntabilitas. Hal ini penting tidak hanya untuk melindungi pengguna namun juga untuk mencegah potensi penyalahgunaan yang dapat merugikan banyak orang.
Sebagai upaya membangun lingkungan yang lebih aman dalam ekosistem digital, CyberArk, sebuah perusahaan yang fokus pada solusi keamanan, merekomendasikan strategi keamanan Zero Trust. Strategi ini menekankan pada pentingnya tidak memberikan akses permanen kepada pengguna tanpa verifikasi yang jelas. Dengan menerapkan pendekatan ini, perusahaan dapat secara efektif memantau identitas pengguna dan mengotomatisasi pembaruan kredensial. Selain itu, strategi ini juga memungkinkan deteksi anomali perilaku berbasis AI, sehingga potensi serangan dapat teridentifikasi dan ditangani sebelum berkembang menjadi masalah besar.
Hendry juga mengungkapkan keyakinannya bahwa Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi pemimpin dalam keamanan identitas di kawasan Asia Tenggara. Potensi ini didukung oleh berbagai faktor, termasuk meningkatnya kesadaran akan pentingnya keamanan siber di kalangan perusahaan dan individu. Akan tetapi, untuk mewujudkan potensi tersebut, dibutuhkan langkah nyata dari perusahaan untuk membangun kapabilitas keamanan siber mulai dari sekarang. Ini adalah langkah yang tidak bisa ditunda, karena risiko terhadap keamanan siber semakin meningkat seiring dengan perkembangan teknologi yang terus bergerak cepat.
Penting untuk dicatat bahwa dalam membangun kapabilitas ini, perusahaan tidak hanya perlu fokus pada teknologi, tetapi juga pada sumber daya manusia. Pendidikan dan pelatihan bagi karyawan menjadi kunci dalam menciptakan budaya keamanan yang kuat. Perusahaan perlu memastikan bahwa seluruh jajaran, dari manajemen hingga staf, memiliki pemahaman yang sama mengenai pentingnya keamanan siber dan penggunaan AI yang bertanggung jawab.
Seiring berjalannya waktu, perhatian terhadap regulasi AI di Indonesia diharapkan akan semakin meningkat. Keterlibatan berbagai pihak, termasuk pemerintah, akademisi, dan praktisi industri, sangat diperlukan untuk menciptakan kerangka kerja yang jelas dan tegas dalam mengatur penggunaan AI. Hanya dengan adanya regulasi yang solid, akan terbangun kepercayaan di antara pengguna dan perusahaan, serta meningkatkan inovasi dan pengembangan teknologi yang lebih aman.
Dengan demikian, meskipun tantangan yang dihadapi cukup berat, peluang untuk menjadi pemimpin dalam keamanan identitas di Asia Tenggara terbuka lebar. Semua harus berkolaborasi untuk memastikan bahwa teknologi AI yang digunakan tidak hanya bermanfaat, tetapi juga aman dan etis. Ke depannya, penting bagi Indonesia untuk segera mengambil langkah-langkah strategis guna membangun infrastruktur keamanan yang kokoh, sehingga dapat menghadapi berbagai tantangan yang ditimbulkan oleh kemajuan teknologi yang terus berlangsung.