Di tengah kompleksitas kehidupan urban yang semakin menggigit, sebuah kasus kejahatan mengejutkan terungkap di Bekasi. Seorang pria berinsial DAA, berusia 25 tahun, mengaku menjual pacarnya kepada belasan pria hidung belang demi mengumpulkan biaya untuk menikahi korban. Tindakan pelaku yang sangat tercela ini mengejutkan masyarakat dan menimbulkan berbagai pertanyaan mengenai kondisi sosial dan moral yang ada.
Kapolsek Cikarang Timur, AKP Sugiharto, menjelaskan bahwa pelaku dengan sengaja menawarkan kekasihnya melalui aplikasi kencan, dengan tarif Rp 500.000 per pertemuan. Dalam keterangannya, Sugiharto menegaskan bahwa pelaku telah memanfaatkan aplikasi tersebut untuk mengeksploitasi pasangannya secara sistematis. “Pelaku memang telah menawarkan teman perempuannya melalui aplikasi kencan, dan ini adalah tindakan yang sangat tidak dapat diterima,” ujarnya dengan tegas.
Sikap nekat pelaku ini tak lepas dari kondisi ekonomi yang mengimpitnya. Dalam dua bulan terakhir, pelaku merasa terpaksa menjual kekasihnya untuk mengumpulkan uang demi niat menikah. Namun, tawaran tersebut bukan hanya sekadar pilihan. Korban mengalami tekanan luar biasa untuk menuruti keinginan pelaku, yang diancam dengan kekerasan jika menolak. Sugiharto menambahkan, “Kalau tidak mau, tersangka mengancam korban.” Ancaman ini membuat korban terperangkap dalam situasi yang sangat berbahaya dan memalukan.
Setelah tak tahan dengan kondisi yang mencekam, korban akhirnya mengambil tindakan berani dengan melapor kepada pihak berwajib. Laporannya tercatat dengan nomor LP/D/16/VI/2025/Polsek Cikarang Timur. Langkah ini menandai upaya untuk memutus siklus kekerasan dan pengekangan yang dialaminya. Dalam situasi yang serba sulit, kekuatan untuk melawan mungkin muncul, namun tidak serta merta menghapus rasa takut yang terus menghantuinya.
Kasus ini bukan hanya sebuah preseden hukum, tetapi juga menggambarkan tantangan sosial yang harus dihadapi oleh banyak individu di masyarakat kita. Ketidakberdayaan yang dialami oleh korban menciptakan panggung bagi eksploitasi, dan pelaku menunjukkan betapa rendahnya moralitas yang bisa terjadi ketika seseorang terjebak dalam tekanan finansial.
Masyarakat dan lembaga sosial diharapkan dapat lebih peka terhadap kondisi ini. Penting untuk menciptakan ruang aman bagi korban kejahatan dan penyintas kekerasan agar mereka merasa didukung untuk berbicara dan memperoleh bantuan. Selain itu, perlu ada pendidikan yang menekankan nilai-nilai menghormati diri sendiri dan orang lain serta kepekaan terhadap dampak dari tindakan negatif yang dapat melukai orang lain.
Pihak berwajib harus mengambil langkah tegas untuk mengejar keadilan dengan serius dan memastikan bahwa tindakan pelaku memperoleh sanksi sesuai dengan hukum yang berlaku. Dalam hal ini, penegakan hukum bukan hanya tentang menghukum pelaku, tetapi lebih dari itu, sebuah langkah preventif untuk mencegah terulangnya kasus serupa di masa depan.
Kasus DAA dan kekasihnya ini pun menjadi pengingat bagi kita semua bahwa dalam era digital, interaksi antarpribadi sering kali dipermudah, namun juga dapat disalahgunakan. Membuka ruang dialog mengenai bahaya penipuan dan eksploitasi seksual lewat aplikasi kencan sangat penting agar masyarakat tidak semakin terjerumus dalam kondisi yang tak manusiawi.
Penanganan kasus ini harus disertai dengan upaya rehabilitasi bagi korban agar mereka bisa menjalani hidupnya dengan lebih baik. Setiap individu berhak mendapatkan perlakuan yang adil, menghormati martabatnya, dan hidup tanpa ancaman. Masyarakat pun memiliki tanggung jawab untuk saling menjaga satu sama lain, menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi setiap individu, terutama bagi mereka yang paling rentan.