Truk Bantuan Kemanusiaan di Gaza Dijarah, Israel Disorot atas Pembiaran Keamanan

by -11 Views
[keyword]bitcoin[/keyword]

Pada akhir Juli 2025, situasi kemanusiaan di Jalur Gaza mencapai titik kritis. Menurut laporan dari Kantor Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa, sejak akhir Mei hingga awal Juli, sedikitnya 798 warga Palestina tewas saat menunggu bantuan di sekitar titik distribusi yang dikelola oleh Gaza Humanitarian Foundation, sebuah organisasi yang didukung oleh Amerika Serikat dan Israel.

Kantor media otoritas Gaza menegaskan bahwa dari 104 truk bantuan kemanusiaan yang diizinkan masuk Gaza pada 29 Juli, sebagian besar mengalami penjarahan. Mereka menuduh pihak Zionis Israel sengaja menciptakan kekacauan dan bencana kelaparan di Gaza dengan membiarkan penjarahan tersebut terjadi.

Selain itu, lebih dari 100 organisasi kemanusiaan internasional memperingatkan bahwa kelaparan massal telah menyebar di seluruh Jalur Gaza. Dalam pernyataan kolektif pada 23 Juli 2025, mereka menegaskan bahwa tidak hanya warga sipil yang terdampak, tetapi juga para pekerja kemanusiaan yang kini turut mengalami kekurangan pangan akut.

PBB juga mencatat bahwa sejak Mei 2025, 613 warga Gaza tewas di dekat titik distribusi bantuan yang dikelola oleh GHF. Dari jumlah tersebut, 509 korban tewas di sekitar pusat distribusi GHF, sementara 183 lainnya tewas di sepanjang rute konvoi bantuan.

Sementara itu, Israel mengumumkan akan melanjutkan pengiriman bantuan kemanusiaan melalui udara pada 26 Juli 2025. Namun, metode ini menuai kritik karena dianggap tidak efektif dan berisiko membahayakan warga sipil. Marvin Fürderer, ahli bantuan darurat dari organisasi Welthungerhilfe, menyebut penyampaian bantuan lewat udara tersebut “simbolis, tidak efektif”.

Di tengah krisis ini, Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, dikabarkan akan menyetujui rencana bantuan kemanusiaan baru untuk Gaza setelah kunjungan utusannya, Steve Witkoff, pada 31 Juli 2025. Trump telah mengakui krisis kelaparan di Gaza dan berkomitmen untuk meningkatkan bantuan kemanusiaan AS, sambil mendorong negara-negara Barat lainnya dan Israel untuk berkontribusi serupa.

Sementara itu, Uni Eropa memperingatkan Israel untuk membuka blokade kemanusiaan dan mempercepat arus bantuan ke Gaza. Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa, Kaja Kallas, menegaskan bahwa semua opsi tetap terbuka jika Israel tidak memenuhi janji-janji untuk mempercepat arus bantuan ke Gaza.

Krisis kemanusiaan di Gaza semakin memburuk, dengan ribuan warga Palestina menghadapi ancaman kelaparan dan kekurangan gizi parah. Meskipun berbagai upaya internasional telah dilakukan, tantangan besar tetap ada dalam memastikan bantuan kemanusiaan sampai ke tangan mereka yang membutuhkan.